BAB I
PENDAHULUAN
Undang-undang kesehatan No.36 Tahun
2009 pasal 46 dan pasal 47 yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya
kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan
dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (Depkes RI,
2009).
Pengetahuan atau pendidikan
tentang kesehatan gigi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan tujuan
meningkatkan perilaku seseorang mengenai kesehatan gigi, makin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang akan makin mudah
menyerap informasi baru termasuk kesehatan gigi (Herijulianti, 2002).
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang
mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan
tersebut dapat di peroleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui
proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi
dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung
kesehatan gigi dan mulut anak (Riyanti, 2005).
Pemeliharaan kebersihan gigi
dan mulut merupakan salah satu upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.
Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak
banyak yang menyadari besarnya peranan gigi dan mulut bagi kesehatan. Oleh
karena itu peran ibu terhadap kesehatan gigi dan mulut anak sangat berperan
dalam menunjang kesehatan giginya (Riyanti, 2005).
Kesehatan gigi dan mulut
merupakan hal yang penting karena kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi
kesehatan tubuh yang menyeluruh, tidak terkecuali anak-anak, setiap orang tua
menginginkan anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Untuk mencapai
kesehatan gigi dan mulut secara optimal, maka harus dilakukan secara berskala,
perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet makanan, pembersihan sisa
makanan dengan cara menyikat gigi yang benar dan kunjungan berskala ke dokter
gigi setiap enam bulan sekali (Malik, 2008). Tindakan-tindakan nyata orang tua
tersebut sangat dibutuhkan dalam membimbing, memberikan pengertian mengingatkan
dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan
gigi dan mulutnya (Herijulianti, 2002).
Gigi berjejal menyulitkan
oklusi (berkontaknya gigi atas dan bawah) dengan sempurna. Sebab lengkung gigi
atas dan bawah tidak selamanya bertemu, karena letaknya yang tidak teratur.
Bisa jadi salah satu atau beberapa gigi tidak mempunyai kontak dengan gigi
lawannya, sehingga pengunyahan pun tidak dapat berlangsung optimal. Tak jarang
ketidakteraturan gigi menyebabkan otot dan sendi rahang sakit atau mengalami
kelainan karena harus bekerja keras menciptakan sistem pengunyahan yang
ditentukan juga oleh faktor lidah, otot dan sendi rahang selain dari gigi-gigi
(Maulani, 2009).
Survei kesehatan rumah tangga
pada tahun 1995 menunjukkan bahwa 9% penduduk Indonesia mengalami gigi
berjejal. Lebih lanjut pada penelitian Astoeti (2008) menunjukkan bahwa 21%
anak usia 12 tahun di DKI Jakarta juga menderita gigi berjejal. Menurut
kelompok umur persentase orang dengan gigi berjejal rata-rata sama sejak usia
10-14 tahun hingga dewasa. Hal ini
membuktikan bahwa tumbuhnya gigi berjejal yang diperoleh sejak muda akan dibawa
hingga masa tua (Astoeti, 2008).
Berdasarkan observasi data
awal, dilakukan pada 5 SD Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun
2013 dengan jumlah seluruh siswa kelas III 174 orang. 38 orang siswa diantara
nya mengalami gigi berjejal, 10 orang siswa diperoleh data kebersihan gigi dan
mulut dengan kriteria sedang 1,3. Derektorat Kesehatan
Gigi Departemen Kesehatan (2000) telah menetapkan sasaran jangka panjang
program Kesehatan Gigi dan mulut, yakni suatu derajat kesehatan gigi dan mulut
yang optimal dengan ukuran kebersihan mulut di lingkungan anak Sekolah Dasar
dengan angka Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) berkisar nilai 0,6 - 1,2
dengan kriteria baik. Oleh karena itu penulis tertarik ingin meneliti gambaran
pengetahuan ibu tentang
pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pada murid kelas III yang mengalami gigi
berjejal SD Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan suatu permasalah yaitu Bagaimana Gambaran Pengetahuan ibu Tentang Pemeliharaan
Kebersihan Gigi Dan Mulut Pada Murid Kelas III Yang Mengalami Gigi Berjejal SD Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas III Yang Mengalami Gigi Berjejal SD Kecamatan
Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.
D.
Manfaat Penelitian
1)
Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan terutama yang
menyangkut kesehatan gigi dan mulut dan juga menambah pengalaman penulis dalam
melaksanakn penelitian ilmiah.
2)
Bagi
institusi kesehatan
Dapat memberikan masukan pada program usaha kesehatan gigi dan mulut.
3)
Bagi Akademik
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk bahan bacaan dan informasi dasar
untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengetahuan
Orang Tua
1.
Pengertian
Pengetahuan
Pengetahuan adalah
hasil tau penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia yakni penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
pentinguntuk terbentuknya tindakan tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Menurut (Notoatmodjo,
2003) pengetahuan mencakup dalam domain kognitif 6 tingkat, yaitu :
1)
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat
suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang telah diketahui.
2)
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui.
3)
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya.
4)
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi kedalam komponen tertentu.
5)
Sintesis (Sytensis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian suatu bentuk keseluruhan
baru.
6)
Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek.
Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
(over beavior). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 2003).
2.
Peran
Ibu
Menurut (Hasibuan,
2011) ada beberapa peranan ibu yang harus diberikan kepada anak adalah :
a.
Peranan ibu sebagai
motivator
Motivasi merupakan
salah satu faktor psikologis yang sangat mempengaruhi dalam melakukan
aktivitas. Jadi seseorang yang melakukan aktivitas seperti halnya aktivitas
belajar supaya berhasil dengan tujuan yang ingin dicapainya perlu
memperhatikandan selalu mengembangkan motivasi dalam dirinya, sehingga tujuan
dan harapan dapat tercapai. Dapat disimpulkan bahwa motivator adalah orang yang
memberikan ,motivasi atau dorongan seseorang untuk bertindak. Secara klinis,
motivasi dapat diperlukan untuk mendapatkan kekuatan pada pasien yang mendapat
perawatan. Motivasi didasari atas suatu kebutuhan, tujuan dan tingkah laku yang
khas.
b.
Peranan ibu sebagai
edukator
Seseorang ibu
diwajibkan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarganya dalam menanamkan
perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Cara mendidik anak dan
kebiasaannya dapat dijadikan contoh bagi anak.kaum ibu paling berperan dalam
mewujudkan dan mengembangkan kesehatan secara umum dan memelihara kesehatan
gigi dalam keluarga secara khusus.
c.
Peranan ibu sebagai
fasilisator
Sebagai fasilisator
seorang ibu dapat dijadikan panutan bagi anak-anaknya dalam memecahkan berbagai
permasalahan dalam bidang kesehatan yang dihadapi sehari-hari.
B.
Pemeliharaan
Kebersihan Gigi Dan Mulut
Pemeliharaan
kebersihan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
1.
Menggosok
gigi
a.
Pengertian
Menggosok gigi merupakan pertahanan
nomor satu terhadap masalah gigi. Kegiatan menggosok gigi harus dilakukan
dengan benar, yakni dua kali sehari, sesudah sarapan dan sebelum tidur serta
mencapai seluruh permukaan gigi (Momadmin, 2011).
b.
Metode menggosok gigi
Ada
beberapa metode menggosok gigi yang disarankan para ahli, namun belum dapat dibuktikanmetode
mana yang terbaik (Pratiwi, 2009).
Metode
tersebut diantaranya:
a)
Scrub
memperkenalkan cara sikat gigi dengan menggerakkan sikat secara horizontal,
ujung bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi, kemudian digerakkan
maju dan mundur berulang-ulang.
b)
Roll
memperkenalkan cara menyikat gigi dengan gerakan
memutar mulai dari permukaan kunyah gigi belakang, gusi dan seluruh permukaan
gigi sisanya. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi denagn posisi
paralel dengan sumbu tegaknya.
c)
Bass
meletakkan bulu sikatnya pada area batas gusi dan
gigi sambil membetuk sudut 45 derajat dengan sumbu tegak gigi. Sikat gigi
digetarkan ditempat tanpa mengubah-ubah posisi bulu sikat.
d)
Stillman
mengaplikasikan metode denagn menekan bulu sikat
dari arah gusi ke gigi secara berulang. Setelah sampai dipermukaan kunyah, bulu
sikat digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi
sambil membentuk sudut 45 derajat dengan sumbu tegak gigi seperti pada metode
bass.
e)
Fones
mengutarakan metode gerakan sikat secara horizontal
sementara gigi ditahan pada posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan
memutar dan mengenai seluruh permukaan gigi atas dan bawah.
f)
Charters
meletakkan bulu sikat menekan gigi dengan arah bulu sikat menghadap permukaan
kunyah / oklusi gigi. Arahkan 45 derajat pada daerah leher gigi.
c.
Frekuensi Menggosok
Gigi
Waktu paling tepat menyikat gigi adalah beberapa
saat setelah makan agar dapat memberi kesempatan enzim pencerna didalam rongga
mulut untuk bekerja dan sebelum tidur. Frekuensi menyikat gigi adalah 3 kali sehari. Namun, 2 kali sehari pun sudah cukup
yaitu setelah makan pagi dan sebelum tidur malam (Djamil, 2011).
Menurut
Pratiwi (2009), selain itu ada alat pembersih gigi lainnya yang dapat digunakan
untuk pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, yaitu :
1)
Flossing (benang gigi)
a)
Pengertian
Flossing merupakan tindakan
pembersihan karang gigi dengan menggunakan dental floss atau yang lebih dikenal
dengan benang gigi. Flossing bertujuan untuk mengangkat sisa makanan diantara
gigi yang tidak tercapai dengan menggunakan sikat gigi. Idealnya, flossing
dilakukan setelah menyikat gigi sehingga upaya pembersihan gigi menjadi
sempurna.
b)
Cara menggunakan dental
floss
(1)
Ambil benang gigi
secukupnya (kira-kira 10-15 cm).
(2)
Pegang / lingkarkan
ujungnya pada jari-jari tengah.
(3)
Lewatkan benang
perlahan melalui titik kontak dengan menggerakkan benang dari arah depan ke
belakang. Hindari penekanan yang berlebihan karena dapat mengiritasi daerah
gusi diantara gigi.
(4)
Gerakkan benang dari
arah gusi ke gigi (jangan sebaliknya) dengan penekanan kearah gigi supaya dapat
mengangkat sisa – sisa kotoran dengan sempurna.
(5)
Setelah melakukan
flossing di seluruh gigi, berkumurlah untuk mengangkat sisa – sisa kotoran yang
masih terjebak diantara gigi.
2)
Obat kumur
Obat kumur biasanya
bersifat antiseptik yang dapat membunuh kuman sebagai timbulnya plak, radang
gusi, dan bau mulut. Namun, tindakan berkumur tidak mengeliminir perlunya
penyikatan gigi. Obat kumur juga dapat menjadi penyegar mulut atau mengurangi
bau mulut sesuai makan. Penggunaan obat kumur biasanya sekitar 20 ml setiap
habis bersikat gigidua kali sehari. Obat kumur d kumur dalam mulut selama 30
detik kemudian dikeluarkan.
2.
Diet
Makanan
Faktor yang paling
penting dalam hubungan diet dan kesehatan gigi adalah frekuensi konsumsi
makanan yang mengangdung karbohidrat, terutama sukrosa. Jika sisa makanan ini
membentuk plak yang kemudian menghasilkan asam dengan ph di bawah 5,5 maka
terjadi pengrusakan email gigi sebagai tahap awal munculnya gigi berlubang.
Sukrosa ini banyak terkandung pada makanan manis dan camilan (snack). Oleh
karena itu, tujuan utama diet yang berhubungan dengan kesehatan gigi adalah
memotivasi setiap orang untuk mengontrolfrekuensi dalam mengkonsumsi jenis
makanan yang mengandung karbohidrat (Pratiwi, 2009).
C.
Status
Kebersihan Gigi dan Mulut
1.
Pengertian
Kebersihan
gigi adalah keadaan dimana gigi bebas dari plak dan kalkulus. Kebersihan gigi
yang baik akan membuat gigi dan jaringan penyangganya tidak mudah terkena
penyakit kebersihan yang baik harus mendapat perhatian dan perawatan (Houwink,
ddk, 1993). Kebersihan gigi adalah yang terbebas dari kelainan-kelainan yang
dapat mempengaruhi tingkat kebersihan gigi, seperti : plak dan karang gigi,
atau menghilangkan plak secara teratur untuk mencegah agar plak tidak tertimbun
dan akan menyebabkan kerusakan pada jaringan penyangganya. Kebersihan gigi yang
bagus akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya sehat (Herijulianti, 2002).
2.
Hal-hal yang Harus
Mempengaruhi Kebersihan Gigi
a)
Plak
Plak adalah suatu
endapan lunak yang melekat pada permukaan gigi yang bersal dari sisa-sisa
makanan yang terdiri dari kupulan bakteri dan air ludah di dalam mulut
(Machfoedz, 2008). Plak merupakan penyebab utama terjadinya karies gigi dan
penyakit periodontal. Jika kita makan yang mengandung gula, maka plak akan
bergabung dengan gula dan mengubah gula menjadi asam. Asam ini akan menyerang
email gigi dalam waktu dua puluh menit setelah makan tadi dimakan. Jika asam
ini menyerang email berulang-ulang, maka email akan rusak dan kemudian akan
menjadi lubang pada gigi tersebut. Jika plak terbentuk di sepanjang garis gusi
maka plaka akan mengitari gusi, membuat gusi lunak dan mudah berdarah. Bila
plak dihilangkan dengan cepat (menyikat gigi dengan benar) maka tidak akan
terjadi pengapuran kemudian menjadi keras dan pda akhirnya menjadi karang gigi
(Herijulianti, 2002).
b)
Kalkulus
Kalkulus (karang gigi)
adalah plak yang telah mengalami pengerasan, klasifikasi atau remineralisasi
(Pratiwi, 2007). Karang gigi adalah suatu endapan keras yang terletak pada
permukaan gigi, berwarna kekuning-kuningan, kecoklat-coklatan sampai
kehitam-hitaman dan mempunyai permukaan yang kasar.
Berdasarkan letak dan
lokasi, karang gigi ada dua macam, yaitu karang gigi supra gingiva merupakan
karang gigi yang terletak di permukaan gigi di atas servik yang berasal dari
air ludah sedangkan karang gigi sub gingiva merupakan karang gigi yang terletak
di permukaan gigi di bawah gingiva dan berasal dari serum darah. Tempan
pengendapan karang gigi selalu di atas jaringan keras atau jaringan gigi
(Herijulianti, 2002).
3.
OHI-S
(Oral Hygiene Index)
Untuk
mengukur kebersihan gigi dan mulut kita menggunakan oral hygiene index
simplified dari Green dan Vermilion. OHI-S diperoleh dengan cara
menjumlahkan Debris Index dan Calculus Index (Helijulianti, 2002).
OHI – S = Debris Index
+ Calculus Index
Index
|
OHI
– S = DI + CI
|
Untuk
menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang dilihat adalah adanya debris
dan kalkulus pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk
memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi
tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu:
Untuk
rahang atas, yang diperiksa :
a. Gigi M1
kanan atas pada permukaan bucal
b. Gigi
I1 kanan atas pada permukaan labial
c.
Gigi M1 kiri atas pada
permukaan bucal
Untuk
rahang bawah, yang di periksa:
a.
Gigi M1 kiri bawah pada
permukaan lingual
b.
Gigi I1 kiri bawah pada
permukaan labial
c.
Gigi M1 kanan bawah pada
permukaan lingual
Bila ada
kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa
akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk
mewakilinya, yaitu ;
a. Bila
gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi
M2 rahang atas/rahang bawah.
b. Bila
gigi M1 dan M2 rahang atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi
M3 rahang atas/rahang bawah.
c. Bila M1,
M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian.
d. Bila
gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kiri
rahang atas.
e. Bila
gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
f. Bila
gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kanan
rahang bawah.
g. Bila
gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
Cara pemeriksaan debris dan calculus indeks adalah:
a. Permukaan
gigi yang diperiksa adalah sampai batas gusi, dengan garis khayal permukaan
gigi dibagi menjadi tiga bagian dengan yang sama.
b.
Untuk menilai debris dan
kalkulus dilihat luasnya permukaan gigi yang tertutup dengan debris / kalkulus.
Alat yang dipakai adalah sonde. Sonde digerakkan secara mendatar pada permukaan
gigi.
Penilaian
dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan hanya pada gigi permanent.
Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian debris indeks dan kalkulus indeks
dengan membagi permukaan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.
1.
Bagian A1 = 1/3
permukaan gigi bagian Servikal
2.
Bagian A2 = 1/3 Permukaan gigi bagian tengah
3.
Bagian A3 = 1/3 Permukaan gigi Bagian Incisal
Score
OHI-S :
1. Baik (Good), apabila nilai ada diantara = 0,0
– 1,2
2. Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara = 1,3
– 3,0
3. Buruk (Poor), apabila nilai ada diantara = 3,1
– 6,0
1.
Debris Index
(DI)
a.
Kriteria
Penilaian
Tabel 1.
Kriteria Penilaian Debris
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
Gambar
|
1.
|
Pada permukaan gigi
yang terlihat, tidak ada debris atau
pewarnaan ekstrinsik.
|
0
|
|
2.
|
a. Pada
permukaan gigi yang terlihat, adanya debris lunak yang menutupi permukaan
gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan gigi.
b. Pada
permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan
ekstrinsik yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan gigi.
|
1
|
|
3.
|
Pada permukaan gigi yang
terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan seluas lebih dari 1/3
tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
|
2
|
|
4.
|
Pada permukaan gigi yang
terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan seluas lebih dari 2/3
sampai seluruh permukaan gigi.
|
3
|
|
Sumber : Herijulianti (2002)
b.
Menghitung
Debris Index
c.
Score
Debris Index
1) Baik (Good), apabila nilai ada diantara = 0 – 0,6
2) Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara =
0,7 – 1,8
3) Buruk (Poor), apabila nilai ada diantara =
1,9 – 3,0
2. Calculus Index ( CI )
a.
Kriteria
Penilaian
Tabel 2.
Kriteria Penilaian Calculus
No
|
Kriteria
|
Nilai
|
Gambar
|
1.
|
Tidak ada karang gigi
|
0
|
|
2.
|
d.
Pada permukaan gigi yang
terlihat, adanya karang gigi supra ginggiva yang menutupi permukaan gigi
kurang dari 1/3 permukaan gigi.
|
1
|
|
3.
|
a. Pada
permukaan gigi yang terlihat, adanya karang gigi supra ginggiva yang
menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3
permukaan gigi tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
b. Sekitar
bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi sub ginggiva.
|
2
|
|
4.
|
a. Pada
permukaan gigi yang terlihat, ada karang gigi supra ginggiva yang menutupi
permukaan gigi lebih dari 2/3 atau sampai seluruh permukaan gigi.
b. Pada
permukaan gigi ada karang gigi sub ginggiva yang menutupi dan melingkari
seluruh servikal.
|
3
|
|
Sumber : Herijulianti (2002)
b. Menghitung
Calculus Index (CI)
|
c.
Score
Calculus Index
1) Baik (Good), apabila nilai ada diantara = 0 – 0,6
2) Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara = 0,7 – 1,8
3) Buruk (Poor), apabila nilai ada diantara = 1,9 – 3,0
D.
Gigi
Berjejal
1.
Pengertian
Crowding merupakan
suatu istilah yang umum dalam bidang kedokteran gigi untuk menggamb arkan
keadaan gigi yang berjejal atau bertumpuk. Gigi yang berjejal bisa terjadi dibeberapa tempat, pada gigi depan,
gigi belakang atau pada tempat tertentu saja seperti gigi taring yang tidak
kebagian tempat (sering disebut sebagai gingsul)
(Maulani, 2006).
2.
Tipe-tipe Gigi Berjejal
Menurut Andlaw, ddk (1992),
tipe-tipe gigi berjejal yaitu :
a. Tipe
gigi berjejal ringan
Ciri-crinya adalah overlap pada
gigi-gigi insisivus. Gambaran radiografi menujukkan inklinasi distal molar
rahang atas. Ruang yang tersedia dalam lengkung rahang kurang sampai 4 mm dari yang diperlukan untuk gigi-gigi yang belum erupsi.
b. Tipe
gigi berjejal berat
Ciri-cirinya adalah overlap rotasi
pergeseran gigi-gigi insisivus. Gambran radiografi menunjukkan inklinasi distal
yang nyata dari molar rahang atas dengan tumpukan distal iklinasi molar rahang
bawah. Ruang yang tersedia dalam lengkung kurang melebihi 4 mm dari yang
diperlukan untuk gigi-gigi yang belum erupsi.
3.
Penyebab
Terjadinya Gigi Berjejal
Menurut Maulani (2006), penyebab terjadinya gigi
berjejal yaitu :
a) Kombinasi
genetik, misalnya ayah mempunyai struktur rahang yang besar, dengan gigi
besar-besar. Ibu mempunyai struktur rahng kecil dengan gigi yang kecil.
Kombinasi genetik antara rahang kecil dengan gigi yang besar-besar membuat rahang tidak cukup dan
gigi menjadi berdesak-desakan.
b) Pencabutan
gigi susu terlalu dini, jauh sebelum gigi tetap pengganti dibawahnya muncul.
Gigi susu merupakan petunjuk jalan gigi tetap sehingga gigi susu yang dicabut
terlalu dini membuat gigi tetap dibawahnya kehilangan arah dan tumbuh bukan
pada tempat semestinya. Dan dalam keadaan normal, secara berurutan gigi seri
susu akan diganti dengan gigi seri tetap, gigi geraham (molar) susu akan diganti oleh gigi geraham kecil (premolar) tetap, dan gigi taring susu
akan diganti oleh gigi taring tetap. Yang merupakan perkecualian adalah gigi
geraham besar tetap. Gigi ini tidak menggantikan gigi susu, dan gigi geraham
besar tetap pertama, muncul dalam rongga mulut (erupsi) pada usia 6 tahun.
c) Gigi
berlubang pada bagian yang berkontak dengan gigi tetangganya, akan menyebabkan
titik kontak gigi hilang dan dapat menyebabkan pergeseran gigi. Pergeseran gigi
tetap kecenderungannya adalah kearah mesial
(mesial adalah istilah sisi gigi
yang mengarah kegaris tengah, sedangkan distal adalah permukaan yang menjauhi
garis tengah, secara umum mesial dan distal adalah bagian proximal atau approximal yang artinya terletak saling berdekatan). Pergeseran ini
menyebabkan panjang lengkung rahang menjadi berkurang, sehingga gigi yang
tumbuh belakangan, kekurangan tempat.
d) Gigi
yang perlu dirawat sejak dini agar tidak mengalami gangguan tumbuh kembang
gigi, disamping mempertahankan keadaan gigiyang normal, sehingga saat dewasa
memperoleh oklusi gigi yang harmonis, fungsional, dan estetis. Kebiasaan
mengemut makanan dan minum susu dalam b otol dot menjelang tidur, menghisap
jai, dan penyakit talasemia merupakan beberapa faktor penyebab gangguan pertumbuhan
gigi (Hanny, 2001).
4.
Penanganan
Gigi Berjejal
Menurut Maulani (2006), penanganan
gigi berjejal dapat dilakukan sesuai dengan kasusnya, antara lain :
a) Pada
usia pergatian gigi susu dan gigi tetap bila terdapat tanda-tanda akan
kekurangan ruangan, bila dilakukan pencabutan beranting sesuai urutan gigi susu
yang tanggal dan urutan gigi tetap yang tumbuh.
b) Pada
kasus-kasus gigi berjejal pada usia muda yang terjadi karena perkembangan
rahang yang kurang sempurna, dilakukan perawatan untuk memaksimalkan perkembangan
rahang dengan suatu alat yang dipakai
didalam dan diluar mulut (peralatan orthodontik
ekstra oral).
c) Penanganan
gigi untuk kasus dental adalah dengan alat orthodonti
(alat untuk meratakan gigi). Alat orthodonti ada dua macam, yakni alat
orthodonti lepasan dan alat orthodonti cekat. Alat lepasan dipakai terbatas
untuk kasus mudah dan sulit. Pemakaian alat orthodonti umumnya dipakai pada
saat gigi tetap sudah tumbuh semua (sekitar usia 15 tahun) dan batas maksimal
usia tidak terbatas selama keadaan gigi serta tulangb penyangganya dalam
keadaan sehat.
Lamanya perawatan gigi
berjejal tergantung dari beratnya kasus. Untuk kasus yang sedang umumnya
berkisar antara 1-2 tahun, dengan kontrol rutin ke dokter gigi setidaknya
sebulan sekali untuk mengecangkan kawat.
5.
Pencegahan
Gigi Berjejal
Menurut Suara Merdeka (2004),
ketidakteraturan gigi dapat dicegah pada saat usia prasekolah dan sekolah dasar
(3-11 tahun). Ada 3 langkah yang perlu dilakukan dalam mencegah terjadinya gigi
berjejal yaitu :
a) Pendekatan
psikologis anak
Anak belum peduli dengan kebersihan
dan kesehatan giginya, oleh karena itu peran orang tua perlu untuk mengajarkan
pada anak tentang perlunya menjaga kebersihan dan kesehatan gigi. Misalnya,
memberi contoh dan membiasakan menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur
pada si anak.
b) Perawatan
gigi anak
Setelah si anak secara psikologis
sudah dapat menerima perawatan, maka butuh konsultasi ke dokter gigi untuk diambil
tindakan bila dipandang perlu. Seperti mencabut gigi susu yang belum tanggal
sedangkan gigi tetapnya sudah tumbuh.
c) Mencegah
dan menghilangkan kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk yang
sering dilakukan oleh anak-anak, seperti menghisap jari, bernapas melalui mulut
dan proses penelanan yang salah. Oleh karena itu orang tualah harus mengetahui
kebiasaan buruk si anak dan mencegahnya sejak dini. Bila anak sudah melakukan
kebiasaan buruk, maka orang tua segera berkonsultasi ke dokter gigi untuk
menghilangkan kebiasaan buruk tersebut sebelum terjadi kelainan gigi.
No comments:
Post a Comment