AdN

loading...

Thursday, October 19, 2017

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK USIA 6- 12 TAHUN DI POLI GIGI RUMAH SAKIT

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI  TERAPEUTIK  PADA ANAK USIA 6- 12 TAHUN DI POLI GIGI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DAN RUMAH SAKIT MEURAXA TAHUN 2013

ABSTRAK
x + 30  halaman +  6 Tabel +  6 Lampiran

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Berdasarkan wawancara penulis pada 7 perawat gigi yang bekerja di Di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa bahwa mereka ada melaksanakan komunikasi terapeutik pada anak usia 6-12 tahun, tapi dari hasil observasi awal penulis  terhadap 7 perawat gigi yang bertugas di poli Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa dapat diketahui perawat gigi masih kurang dalam melaksanakan komunikasi terapeutik karena anak masih menolak dan menangis pada saat perawatan gigi dan mulut sehingga orang tua harus ikut serta untuk membujuk anak dalam perawatan gigi dan mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik Pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meurax pada  tanggal 22 juli s/d 28 juli dan 2 agustus s/d 15 agustus. Populasi dalam penelitian ini seluruh perawat gigi di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Meuraxa.  Sampel dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi pada perawat gigi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat gigi di Rumah sakit Ibu dan Anak terdapat pada kategori baik yaitu sebanyak 20 (65%). Dan pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat gigi di Rumah Meuraxa juga terdapat pada kategori Kurang baik sebanyak 21 orang (71%).
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam mengatasi pasien anak usia 6-12 tahun sudah berlangsung baik, disarankan  kepada perawat gigi Di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa agar dapat mempertahankan dan terus meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada semua pasien khususnya dalam mengatasi pasien anak pada perawatan gigi dan mulut sehingga memperoleh hasil yang lebih optimal.


Daftar bacaan : 10  buku (1975-2010) + 7 data internet (2007-2013)


 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Upaya kesehatan diselenggarkan dengan mengutamakan pada upaya pencegahan (Preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memeliharan dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termaksud swasta (Depkes RI,2009). Pelayanan medik kesehatan gigi dan mulut adalah bagian dari pelayanan kesehatan (health care services) dan didefinisikan sebagai setiap upaya kesehatan secara mandiri atau bersama dalam suatu organisasi untuk memelihara derajat kesehatan yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dalam masyarakat (Soelarso dkk,2005).
1
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut seharusnya dilakukan sejak dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk dilakukannya upaya-upaya kesehatan gigi dan mulut karena pada usia anak sekolah dasar ini merupakan awal mula tumbuh kembang gigi permanen dan merupakan kelompok resiko tinggi karies. Salah satu upaya kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilakukan adalah dengan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut oleh perawat gigi. (Praskoabdullah,2001).
Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam perawatan. Perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan pasien, peran komunikasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan pasien bukanlah komunikasi social biasa, melainkan komunikasi yang bersifat terapi (Redhian,2011). Ini sesuai dengan analisis Milogrom tentang pengolahan rasa sakit pada penderita anak-anak menyimpulkan bahwa, komunikasi interpesianal yang dibangun perawat terhadap penderita anak-anak ternyata sangat efektif untuk menekan rasa sakit gigi yang di rasakan anak-anak tersebut (Soelarso dkk,2005). Jika diamati menurut prosesnya, pelayanan medik gigi dan mulut dapat dipandang sebagai transaksi antara perawat gigi dengan penderita. Transaksi teraprutik sebagai transaksi untuk menentukan terapi yang paling tepat terhadap penderita dan sebagai transaksi berarti mengandung kegiatan  komunikasi antara perawat gigi dengan penderita (Soelarso dkk,2005).
Pelayanan kesehatan yang bermutu dan Profesioanal merupakan pelyanan kesehatan yang diseleggarakan kemajuan ilmu dan teknologi, sesuai dengan standar nilai moral dan etika profesi. Dengan demikian untuk dapat memjamin munculnya kesembuhan yang berkaitan dengan mutu pelayanan, maka pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan, sehingga dapat diterima oleh pemakaian jasa pelayanan. Dengan perkataan lain suatu pelayanan kesehatan dinilai sebagai pelayan yang bermutu, apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa kesehatan (Notoatmodjo, 2003)
Dalam melakukan pelayanan di Rumah Sakit, perawat gigi sering berhadapan dengan anak usia sekolah dasar. Usia anak-anak sekolah dasar merupakan usia yang paling efektif dalam menerima pengetahuan dan perawatan kesehatan gigi, tetapi pada usia ini anak-anak sering merasa takut menghadapi perawatan giginya kadang kala pada saat dilakuka perawatan pada seorang anak, timbul sikap anak yang menolak untuk dilakukan perawatan. Timbulnya rasa cemas dan takut pada diri anak merupakan hasil persepsi anak mengenai perawatan gigi, kecemasan ini dipengaruhi oleh pengalaman pada perawatan gigi sebelumnya. Respon individual terhadap rasa sakit, juga pengalaman dan pengetahuan tentang kesehatan gigi di lingkungan (Weesner,1987 cit Hendratini, 2001). Suatu perawatan kesehatan gigi pada pasien anak dapat berhasil apabila terdapat kerja sama yang baik antara perawatan gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang tua anak perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara spikologis, sedangkan orang tua anak diharapkan dapat member perhatian dan dorongan kepada anak agar mau melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya (Hendrastuti 2003).
Berdasarkan laporan kunjungan pasien di poli gigi rumah sakit Ibu dan Anak bulan January 2013, didapatkan data bahwa dari 251 pasien yang berkunjung, 64 adalah pasien anak. Kemudian berdasarkan laporan rumah sakit Meuraxa Banda Aceh di bulan january 2013, didapatkan bahwa dari 532 pasien yang berkunjung, 155 pasien anak.
Berdasarkan pengamatan awal penulis yang dilakukan di Rumah Sakit tersebut, sebagian besar anak usia 6 sampai 12 tahun yang harus mendapatkan tindakan perawatan gigi tidak kooperatif atau takut untuk dirawat giginya, terkadang cukup memprihatinkan adalah tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian prilaku anak ini adalah memaksa anak dengan cara kekerasan untuk mau menerima tindakan perawatan gigi.

B.     Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas timbul suatu permasalahan “Bagaimana gambaran pelaksanan komunikasi pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2013

C.    Tujuan penelitian
1.      Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanan komunikasi terapeutik pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2013.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak tahun 2013
b.      Mengetahui gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kesembuhan penyakit gigi dan mulut dalam pelayanan pada anak usia 6-12 tahun di Poli Ruah Sakit Meuraxa tahun 2013



D.    Manfaat penelitian
1.      Bagi penelitian
a.       Mengetahui pelaksanan komunikasi pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.
b.      Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang cara pelaksanaan komunikasi tepaeutik oleh perawat gigi di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.
2.      Bagi masyarakat
Meningkatkan rasa percaya terhadap perawatn gigi anak oleh perawat gigi dan menghindari trauma yang diderita oleh anak saat berkunjung ke Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dalam melaksanakan perawatan.
3.      Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan bacaan dan menambah bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Komunikasi terapeutik
1.      Pengertian Komunikasi Terapetik
Komunikasi terapetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapetik merupakan komunikasi professional ysng mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien (Purwanto, 1994). Northouse (1998) menyatakan bahwa, “Komunikasi Terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi ganguan spikologis, dan belajar bagaimana berhungan dengan orang lain.”(cit, Suryani,2005)
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau direncanakan untuk tujuan terapi, baik terapi terhadap rasa sakit pasien secara fisik maupun secara psikologis misalnya stres, kecemasan atau ketakutan yang dirasakan pasien ketika akan dilakukan perawatan.

2.      Kegunaan Komunikasi Terapeutik
6
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjsama antara perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawat (Purwanto, 1994)
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka menghadapi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahan preventif kengunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien(Purwanto, 1994)

3.      Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara perawat gigi dan pasien melalui hubungan perawat gigi dan pasien. Perawat gigi berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi, dan mengkaji masalah serta, mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawat gigi. Pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan gigi pasien (Keliat, 1992).
Menurut Asih (2008), komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapy bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karnanya seorang keperawatan harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan oplokatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuaan pasien dapat diperoleh.
Manurut Purwanto (1994), pengobatan melalui komunikasi yang disebutnya dengan istilah komunikasi terapeutik sangatlah penting dan berguna bagi pasien. Dengan kominikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingakah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada saat perawatan. Sedangkan pada saat preventif komunikasi terapeutik sangat berguna untuk mencegah adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien.

4.      Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutitk (Purwanto, 1994) adalah:
a.       Membantu pasien untuk mempejelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egony.
c.       Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

5.      Fase-fase dalam komunikasi  Terapeutik
Proses hubungan perawat-pasien dapat di bagi 4 fase, yaitu :
Fase pra interaksi, fase orientasi, fase tahap kerja, dan fase terminasi (Sundeen, 1987)
a.       Fase pra interaksi
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan pasien. Perwatan mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga sedaran dan kesiapan perawat untuk melalukan hubungan dengan pasien dapat dipertanggung jawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat mempunyai hubungan konsruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam menolong pasien
Pemakain diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakain kakuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tenteng pasien dan menentukan kontak pertama.
b.      Fase perkenalan atau orientasi
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan pasien, hal utama baru dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-pasien. Dalam memilai hubungan, tugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan pasien. Elemen -elemen kontrak dapat diuraikan dengan jelas pada pasien sehingga kerja sama perawat-pasien dapat optimal.
c.       Fase kerja
Perawat dan pasien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan pembuatan pasien. Perawat membantu pasien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tangung jawab diri sendri serta mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif.
d.      Fase terminasi
Rasa percaya diri hubungan intim sudah terbina dan berada pada tingkat yang pptimal. Perawat dan pasien akan merasakan kehilangan. Meninjau kembali proses perawat yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penilakan perlu di eksplorasi dan di ekspresikan.

6.      Prinsip-prinsip komunikasi terapetik
a.       Perawat harus mengenalin dirinya sendri yang berarti menghayati, dan memahami dirinya sendiri
b.      Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai
c.       Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
d.      Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
e.       Disarankan untuk mengekpresikan perasaan bila dianggap menggangu.
f.       Perawat harus mampu menguasai perasaan diri sendiri secara bertahan untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira maupun sedih
7.      Hubungan perawat dengan klien
a.       Komunikasi membutuhkan minat, perhatian dan kesadaran akan tujuan komunikasi terapeutik
b.      Kewaspadaan terhadap perasaan-perasaan dan pikiran pasien yang bersifat verbal maupun non verbal.
c.       Mendengarkan dengan baik, sehingga ini diperlukan sensitivitas dalam mendengarkan pesan-pesan yang diekspresikan secara terbuka atau tertentup.
d.      Mengerti setiap pesan pasien, ini membutuhakan empeti atau kesediaan untuk mengetahui persepsi dari pasien.
e.       Respon yang  jelas dan bertujuan, tujuannya adalah untuk mengerahkan kepada proses komunikasi
f.       Evaluasi kegiatan yang berlangsung terus untuk meyakinkan bahwa proses komunikasi berjalan dengan baik(Purwanto,1994)

B.     Faktor Komunikasi Terapeutik Dengan  Kesembuhan Penyakit Gigi Dan Mulut
Pengaruh Komunikasi Terapeutik dengan  Kesembuhan Penyakit Gigi dan Mulut adalah Berkomunikasi dengan pasien merupakan masalah yang sering dianggap tidak penting oleh banyak pihak termasuk staf medis, akan tetapi kajian komunikasi terapeutik membuktikan bahwa segenggam obat tidaklah efektif dalam membantu proses penyembuhan pasien. Melalui komunikasi antarpersona secara tepat ternyata dapat membantu meringankan beban pasien. Untuk melaksanakan komunikasi staf medis dengan pasien diperlukan strategi komunikasi yang dimulai dari kebijakan rumah sakit sebagai tempat rujukan berobat pasien. penggunaan strategi komunikasi yang tepat akan mejadikan proses komunikasi staf medis dengan pasien lebih mudah dan tepat.
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia, sementara yang dinyatakan adalah pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (verbal dan nonverbal). DeVito (1997)
Memberikan definisi komunikasi yang mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Menurut Schramm ( Effendi, 2000)
Faktor-faktor penunjang komunikasi yang efektif adalah dari komponen komunikan, komponen komunikator, dan komponen pesan. Pendekatan Komunitas Terapeutik Kajian komunikasi antara pasien dengan staf medis termasuk kegiatan supportive psychotherapy bagi pasien di rumah sakit, karena akan banyak membahas tentang komunikasi antarpribadi, hubungan antarpribadi dan pendekatan therapeutic community atau komunitas terapeutik. Komunitas terapeutik banyak mengandung arti yang dipakai dalam bidang psikiatri. Dalam sejarah pertama kali, Jones (Noegroho, 1997)
           Menguraikan komunitas khusus yang di dalamnya terdapat lembaga-organisasi, staf medis, pasien, peraturan dan prosedur. Prinsip komunitas terapeutik menurut Jones tersebut digunakan sejak perang dunia ke-2, (Daniels 1975, 1991)
Kemudian definisi therapeutic community selalu dihubungkan dengan penyembuhan atau pengobatan. Hal ini didasari pada premis bahwa ruangan psikiatri atau rumah sakit adalah sebuah sistem sosial, maka dipengaruhi oleh orang-orang menjadi anggotanya, seperti pasien dan staf medis. Purwanto (1994) menjelaskan komunikasi terapeutik sebagai sebuah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi antarpribadi dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling kebutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi antarpribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.Purwanto(1994) juga menjelaskan tujuan dari komunikasi terapeutik yaitu untuk membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. Dengan komunikasi terapeutik juga diharapkan dapat mengurangi keraguan pasien dalam hal yang efektif dan mempertahankan egonya. Disamping mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Budi, SH menjelaskan bahwa hubungan antarpribadi antara staf medis dan pasien dan juga kepada keluarga pasien menjadikan peran komunikasi antarpribadi menjadi sangat penting. Tanpa komunikasi antarpribadi yang berjalan tepat dan efektif maka pelayanan dan pengobatan dari staf medis tidak dapat dilakukan dengan baik karena pasien tidak akan memunculkan keterbukaan sehingga pengobatan yang diberikan pun tidak sesuai dengan kebutuhannya. Bagi keluarga pasien adanya komunikasi antarpribadi yang baik dengan staf medis ternyata mendorong timbulnya dukungan dari mereka terhadap proses pengobatan yang dilakukan staf medis kepada keluarga mereka yang diobati dan memotivasi mereka untuk turut mengkondisikan keluarganya yang sakit dan sedang diobati untuk mengikuti petunjuk staf medis demi tercapainya kesembuhan.

C.    Pelayanan Pada Anak
1.      Pelayanan Kesehatan Gigi
Salah satu jenis pelayanan kesehatan yang penting adalah kesehatan gigi. Di Indonesia, pemerintah masih memegang peranan dalam pemberian pelayan kesehatan dasar. Pelayanan tersebut disediakan bagi masyarakat di rumah sakit yang berbentuk poli klinik gigi tersebut adalah para dokter gigi dan juga para prawat gigi. (Dahlan ,2008)
Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi di poliklinik rumah sakit merupakan upaya kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, merata, dan pemulihan, yang ditujukan pada semua golongan, umur maupun jenis kelamin (Herijuliaanti, 2002).
Menurut (Herijuliaanti,2002), pelayanan kesehatan di poli gigi dapat digolongkan dalam beberapa tingkat yaitu :
1.      Meningkatkan kesadaran sikap dan prilaku masyarakat dalam kemampuan pelihara diri dalam bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan jalan memberiakan pengertian masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.
2.      Menurut prevelensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh masyarakat (karies dan penyakit periodontal ) dengan upaya pelindungan khusus tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemeliharaan terutama pada kelompok yang retan terhadap karies.
3.      Terhindar dan kurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi.

2.      Syarat Pokok Pelayanan
Menurut Azwar (1999), sekalipun pelayanan kesehatan  kedokteran berbeda dengan pelayan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai  suatu pelayanan kesehatan dengan baik, keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat okok yang dimaksud adalah
a.       Tersedia dan berkesenambungan
Pelayanan kesehatan yang baik adalah kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat kesinambungan. Artinya semua jenis pelayan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan
b.      Dapat diterima dan wajar
Dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentang dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat
c.       Bermutu
Yang menunjukan pada tinggakat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik serta standar yang ditetapkan (Azwar ,1996)

No comments:

Post a Comment