GAMBARAN
PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK
USIA 6- 12 TAHUN DI POLI GIGI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DAN RUMAH SAKIT MEURAXA TAHUN 2013
ABSTRAK
x + 30 halaman + 6
Tabel + 6
Lampiran
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Berdasarkan wawancara penulis pada 7 perawat gigi yang bekerja di Di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa bahwa mereka ada melaksanakan komunikasi
terapeutik pada anak usia 6-12 tahun, tapi dari hasil observasi awal
penulis terhadap 7 perawat gigi yang
bertugas di poli Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa dapat diketahui perawat
gigi masih kurang dalam melaksanakan komunikasi terapeutik karena anak masih
menolak dan menangis pada saat perawatan gigi dan mulut sehingga orang tua
harus ikut serta untuk membujuk anak dalam perawatan gigi dan mulut. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan komunikasi
terapeutik Pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit
Meuraxa.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meurax
pada tanggal 22 juli s/d 28 juli dan 2 agustus s/d 15 agustus. Populasi dalam
penelitian ini seluruh perawat gigi di Rumah Sakit Ibu
dan Anak dan Meuraxa. Sampel
dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi pada
perawat gigi.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik oleh perawat gigi di Rumah
sakit Ibu dan Anak terdapat pada kategori baik yaitu sebanyak 20 (65%). Dan pelaksanaan
komunikasi terapeutik oleh perawat gigi di Rumah Meuraxa juga terdapat pada
kategori
Kurang baik sebanyak 21 orang (71%).
Dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam mengatasi
pasien anak usia 6-12 tahun sudah berlangsung baik,
disarankan kepada perawat gigi Di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa agar dapat mempertahankan dan terus meningkatkan pelaksanaan
komunikasi terapeutik pada semua pasien khususnya dalam mengatasi pasien anak pada
perawatan gigi dan mulut sehingga memperoleh hasil yang lebih optimal.
Daftar bacaan : 10 buku (1975-2010) + 7 data internet (2007-2013)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Upaya kesehatan diselenggarkan dengan mengutamakan
pada upaya pencegahan (Preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi
segenap warga negara Indonesia tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memeliharan dan
meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan lingkungan yang
sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara
pemerintah, dan masyarakat termaksud swasta (Depkes RI,2009). Pelayanan medik
kesehatan gigi dan mulut adalah bagian dari pelayanan kesehatan (health care services) dan didefinisikan
sebagai setiap upaya kesehatan secara mandiri atau bersama dalam suatu
organisasi untuk memelihara derajat kesehatan yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok dalam masyarakat (Soelarso dkk,2005).
1
|
Komunikasi merupakan komponen yang penting
dalam perawatan. Perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan
pasien, peran komunikasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik
antara perawat dengan pasien bukanlah komunikasi social biasa, melainkan
komunikasi yang bersifat terapi (Redhian,2011). Ini sesuai dengan analisis
Milogrom tentang pengolahan rasa sakit pada penderita anak-anak menyimpulkan
bahwa, komunikasi interpesianal yang dibangun perawat terhadap penderita
anak-anak ternyata sangat efektif untuk menekan rasa sakit gigi yang di rasakan
anak-anak tersebut (Soelarso dkk,2005). Jika diamati menurut prosesnya,
pelayanan medik gigi dan mulut dapat dipandang sebagai transaksi antara perawat
gigi dengan penderita. Transaksi teraprutik sebagai transaksi untuk menentukan
terapi yang paling tepat terhadap penderita dan sebagai transaksi berarti
mengandung kegiatan komunikasi antara
perawat gigi dengan penderita (Soelarso dkk,2005).
Pelayanan kesehatan yang bermutu dan Profesioanal
merupakan pelyanan kesehatan yang diseleggarakan kemajuan ilmu dan teknologi,
sesuai dengan standar nilai moral dan etika profesi. Dengan demikian untuk
dapat memjamin munculnya kesembuhan yang berkaitan dengan mutu pelayanan, maka
pelayanan kesehatan tersebut harus dapat diupayakan, sehingga dapat diterima
oleh pemakaian jasa pelayanan. Dengan perkataan lain suatu pelayanan kesehatan
dinilai sebagai pelayan yang bermutu, apabila pelayanan kesehatan tersebut
dapat diterima oleh pemakai jasa kesehatan (Notoatmodjo, 2003)
Dalam melakukan pelayanan di Rumah Sakit,
perawat gigi sering berhadapan dengan anak usia sekolah dasar. Usia anak-anak
sekolah dasar merupakan usia yang paling efektif dalam menerima pengetahuan dan
perawatan kesehatan gigi, tetapi pada usia ini anak-anak sering merasa takut
menghadapi perawatan giginya kadang kala pada saat dilakuka perawatan pada
seorang anak, timbul sikap anak yang menolak untuk dilakukan perawatan.
Timbulnya rasa cemas dan takut pada diri anak merupakan hasil persepsi anak
mengenai perawatan gigi, kecemasan ini dipengaruhi oleh pengalaman pada
perawatan gigi sebelumnya. Respon individual terhadap rasa sakit, juga
pengalaman dan pengetahuan tentang kesehatan gigi di lingkungan (Weesner,1987 cit Hendratini, 2001). Suatu perawatan
kesehatan gigi pada pasien anak dapat berhasil apabila terdapat kerja sama yang
baik antara perawatan gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang tua
anak perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai keterampilan dan
pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara spikologis, sedangkan orang
tua anak diharapkan dapat member perhatian dan dorongan kepada anak agar mau
melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya (Hendrastuti 2003).
Berdasarkan laporan kunjungan pasien di poli
gigi rumah sakit Ibu dan Anak bulan January 2013, didapatkan data bahwa dari
251 pasien yang berkunjung, 64 adalah pasien anak. Kemudian berdasarkan laporan
rumah sakit Meuraxa Banda Aceh di bulan january 2013, didapatkan bahwa dari 532
pasien yang berkunjung, 155 pasien anak.
Berdasarkan pengamatan awal penulis yang
dilakukan di Rumah Sakit tersebut, sebagian besar anak usia 6 sampai 12 tahun
yang harus mendapatkan tindakan perawatan gigi tidak kooperatif atau takut
untuk dirawat giginya, terkadang cukup memprihatinkan adalah tindakan yang
dilakukan dalam penyelesaian prilaku anak ini adalah memaksa anak dengan cara
kekerasan untuk mau menerima tindakan perawatan gigi.
B.
Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas timbul suatu permasalahan
“Bagaimana gambaran pelaksanan komunikasi pada anak usia 6-12 tahun di Poli
Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2013
C.
Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanan komunikasi
terapeutik pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan
Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh Tahun 2013.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mengetahui
gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik pada anak usia 6-12 tahun di Poli
Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak tahun 2013
b.
Mengetahui
gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan kesembuhan penyakit gigi dan
mulut dalam pelayanan pada anak usia 6-12 tahun di Poli Ruah Sakit Meuraxa
tahun 2013
D.
Manfaat penelitian
1. Bagi penelitian
a.
Mengetahui
pelaksanan komunikasi pada anak usia 6-12 tahun di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu
dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh.
b.
Menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan tentang cara pelaksanaan komunikasi tepaeutik oleh
perawat gigi di Poli Gigi Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa
Banda Aceh.
2. Bagi masyarakat
Meningkatkan rasa percaya terhadap perawatn
gigi anak oleh perawat gigi dan menghindari trauma yang diderita oleh anak saat
berkunjung ke Rumah Sakit Ibu dan Anak dan Rumah Sakit Meuraxa Banda Aceh dalam
melaksanakan perawatan.
3. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan bacaan dan menambah bahan pustaka untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi terapeutik
1. Pengertian
Komunikasi Terapetik
Komunikasi terapetik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Pada dasarnya komunikasi terapetik merupakan komunikasi professional ysng
mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien (Purwanto, 1994). Northouse (1998)
menyatakan bahwa, “Komunikasi Terapeutik adalah kemampuan atau ketrampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi ganguan spikologis,
dan belajar bagaimana berhungan dengan orang lain.”(cit, Suryani,2005)
Dari
beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang dilakukan atau direncanakan untuk tujuan terapi, baik terapi
terhadap rasa sakit pasien secara fisik maupun secara psikologis misalnya
stres, kecemasan atau ketakutan yang dirasakan pasien ketika akan dilakukan
perawatan.
2. Kegunaan
Komunikasi Terapeutik
6
|
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian
tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka menghadapi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahan preventif kengunaannya
adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien(Purwanto, 1994)
3. Fungsi
Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerjasama antara perawat gigi dan pasien melalui hubungan perawat
gigi dan pasien. Perawat gigi berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi,
dan mengkaji masalah serta, mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawat
gigi. Pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah tindakan yang negatif
terhadap pertahanan gigi pasien (Keliat, 1992).
Menurut Asih (2008), komunikasi yang dilakukan oleh
seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat therapy bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karnanya
seorang keperawatan harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan oplokatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuaan pasien dapat diperoleh.
Manurut Purwanto (1994), pengobatan melalui komunikasi yang
disebutnya dengan istilah komunikasi terapeutik sangatlah penting dan berguna
bagi pasien. Dengan kominikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingakah
laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi
pada saat perawatan. Sedangkan pada saat preventif komunikasi terapeutik sangat
berguna untuk mencegah adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri
pasien.
4. Tujuan
Komunikasi Terapeutik
Tujuan
komunikasi terapeutitk (Purwanto, 1994) adalah:
a.
Membantu
pasien untuk mempejelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
b.
Mengurangi
keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan
kekuatan egony.
c.
Mempengaruhi
orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
5. Fase-fase
dalam komunikasi Terapeutik
Proses
hubungan perawat-pasien dapat di bagi 4 fase, yaitu :
Fase
pra interaksi, fase orientasi, fase tahap kerja, dan fase terminasi (Sundeen, 1987)
a.
Fase
pra interaksi
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan pasien.
Perwatan mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga sedaran
dan kesiapan perawat untuk melalukan hubungan dengan pasien dapat dipertanggung
jawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri
sendiri serta nilai tambah pengalamannya berguna agar lebih efektif dalam
memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil
dan harga diri yang adekuat mempunyai hubungan konsruktif dengan orang lain dan
berpegang pada kenyataan dalam menolong pasien
Pemakain diri secara terapeutik berarti memaksimalkan
pemakain kakuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberi asuhan
keperawatan pada pasien. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan
informasi tenteng pasien dan menentukan kontak pertama.
b.
Fase
perkenalan atau orientasi
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan pasien, hal
utama baru dikaji adalah alasan pasien minta pertolongan yang akan mempengaruhi
terbinanya hubungan perawat-pasien. Dalam memilai hubungan, tugas pertama
adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka
dan perumusan kontrak dengan pasien. Elemen -elemen kontrak dapat diuraikan
dengan jelas pada pasien sehingga kerja sama perawat-pasien dapat optimal.
c.
Fase
kerja
Perawat dan pasien mengeksplorasi stressor yang tepat dan
mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran,
perasaan dan pembuatan pasien. Perawat membantu pasien mengatasi kecemasan,
meningkatkan kemandirian dan tangung jawab diri sendri serta mengembangkan
mekanisme koping yang kontruktif.
d.
Fase
terminasi
Rasa percaya diri hubungan intim sudah terbina dan berada
pada tingkat yang pptimal. Perawat dan pasien akan merasakan kehilangan.
Meninjau kembali proses perawat yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.
Perasaan marah, sedih, penilakan perlu di eksplorasi dan di ekspresikan.
6. Prinsip-prinsip
komunikasi terapetik
a.
Perawat
harus mengenalin dirinya sendri yang berarti menghayati, dan memahami dirinya
sendiri
b.
Komunikasi
harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai
c.
Perawat
harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
d.
Kejujuran
dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
e.
Disarankan
untuk mengekpresikan perasaan bila dianggap menggangu.
f.
Perawat
harus mampu menguasai perasaan diri sendiri secara bertahan untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira maupun sedih
7.
Hubungan
perawat dengan klien
a. Komunikasi
membutuhkan minat, perhatian dan kesadaran akan tujuan komunikasi terapeutik
b. Kewaspadaan
terhadap perasaan-perasaan dan pikiran pasien yang bersifat verbal maupun non
verbal.
c. Mendengarkan
dengan baik, sehingga ini diperlukan sensitivitas dalam mendengarkan
pesan-pesan yang diekspresikan secara terbuka atau tertentup.
d. Mengerti
setiap pesan pasien, ini membutuhakan empeti atau kesediaan untuk mengetahui
persepsi dari pasien.
e. Respon
yang jelas dan bertujuan, tujuannya
adalah untuk mengerahkan kepada proses komunikasi
f. Evaluasi
kegiatan yang berlangsung terus untuk meyakinkan bahwa proses komunikasi
berjalan dengan baik(Purwanto,1994)
B.
Faktor
Komunikasi Terapeutik Dengan Kesembuhan
Penyakit Gigi Dan Mulut
Pengaruh
Komunikasi Terapeutik dengan Kesembuhan
Penyakit Gigi dan Mulut adalah Berkomunikasi dengan pasien merupakan masalah
yang sering dianggap tidak penting oleh banyak pihak termasuk staf medis, akan tetapi
kajian komunikasi terapeutik membuktikan bahwa segenggam obat tidaklah efektif
dalam membantu proses penyembuhan pasien. Melalui komunikasi antarpersona
secara tepat ternyata dapat membantu meringankan beban pasien. Untuk
melaksanakan komunikasi staf medis dengan pasien diperlukan strategi komunikasi
yang dimulai dari kebijakan rumah sakit sebagai tempat rujukan berobat pasien.
penggunaan strategi komunikasi yang tepat akan mejadikan proses komunikasi staf
medis dengan pasien lebih mudah dan tepat.
Hakikat komunikasi adalah proses
pernyataan antarmanusia, sementara yang dinyatakan adalah pikiran dan perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya
(verbal dan nonverbal). DeVito (1997)
Memberikan definisi komunikasi yang mengacu pada
tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Menurut Schramm
( Effendi, 2000)
Faktor-faktor penunjang komunikasi yang efektif
adalah dari komponen komunikan, komponen komunikator, dan komponen pesan.
Pendekatan Komunitas Terapeutik Kajian komunikasi antara pasien dengan staf
medis termasuk kegiatan supportive psychotherapy bagi pasien di rumah sakit,
karena akan banyak membahas tentang komunikasi antarpribadi, hubungan
antarpribadi dan pendekatan therapeutic community atau komunitas terapeutik.
Komunitas terapeutik banyak mengandung arti yang dipakai dalam bidang
psikiatri. Dalam sejarah pertama kali, Jones (Noegroho, 1997)
Menguraikan
komunitas khusus yang di dalamnya terdapat lembaga-organisasi, staf medis,
pasien, peraturan dan prosedur. Prinsip komunitas terapeutik menurut Jones
tersebut digunakan sejak perang dunia ke-2, (Daniels 1975, 1991)
Kemudian
definisi therapeutic community selalu dihubungkan dengan penyembuhan atau
pengobatan. Hal ini didasari pada premis bahwa ruangan psikiatri atau rumah
sakit adalah sebuah sistem sosial, maka dipengaruhi oleh orang-orang menjadi
anggotanya, seperti pasien dan staf medis. Purwanto (1994) menjelaskan
komunikasi terapeutik sebagai sebuah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya
komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada
tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
antarpribadi dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan
pasien. Persoalan mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling kebutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi
antarpribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima
bantuan.Purwanto(1994) juga menjelaskan tujuan dari komunikasi terapeutik yaitu
untuk membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien
percaya pada hal yang diperlukan. Dengan komunikasi terapeutik juga diharapkan
dapat mengurangi keraguan pasien dalam hal yang efektif dan mempertahankan
egonya. Disamping mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Budi, SH menjelaskan
bahwa hubungan antarpribadi antara staf medis dan pasien dan juga kepada
keluarga pasien menjadikan peran komunikasi antarpribadi menjadi sangat penting.
Tanpa komunikasi antarpribadi yang berjalan tepat dan efektif maka pelayanan
dan pengobatan dari staf medis tidak dapat dilakukan dengan baik karena pasien
tidak akan memunculkan keterbukaan sehingga pengobatan yang diberikan pun tidak
sesuai dengan kebutuhannya. Bagi keluarga pasien adanya komunikasi antarpribadi
yang baik dengan staf medis ternyata mendorong timbulnya dukungan dari mereka
terhadap proses pengobatan yang dilakukan staf medis kepada keluarga mereka
yang diobati dan memotivasi mereka untuk turut mengkondisikan keluarganya yang
sakit dan sedang diobati untuk mengikuti petunjuk staf medis demi tercapainya
kesembuhan.
C. Pelayanan Pada Anak
1.
Pelayanan
Kesehatan Gigi
Salah satu jenis
pelayanan kesehatan yang penting adalah kesehatan gigi. Di Indonesia, pemerintah
masih memegang peranan dalam pemberian pelayan kesehatan dasar. Pelayanan
tersebut disediakan bagi masyarakat di rumah sakit yang berbentuk poli klinik
gigi tersebut adalah para dokter gigi dan juga para prawat gigi. (Dahlan ,2008)
Penyelenggaraan
upaya kesehatan gigi di poliklinik rumah sakit merupakan upaya kesehatan yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, merata, dan pemulihan, yang ditujukan
pada semua golongan, umur maupun jenis kelamin (Herijuliaanti, 2002).
Menurut
(Herijuliaanti,2002), pelayanan kesehatan di poli gigi dapat digolongkan dalam
beberapa tingkat yaitu :
1. Meningkatkan
kesadaran sikap dan prilaku masyarakat dalam kemampuan pelihara diri dalam
bidang kesehatan gigi dan mulut serta mampu mencapai pengobatan sedini mungkin
dengan jalan memberiakan pengertian masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan
gigi dan mulut.
2. Menurut
prevelensi penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita oleh masyarakat (karies
dan penyakit periodontal ) dengan upaya pelindungan khusus tanpa mengabaikan upaya
penyembuhan dan pemeliharaan terutama pada kelompok yang retan terhadap karies.
3. Terhindar
dan kurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi.
2.
Syarat
Pokok Pelayanan
Menurut Azwar
(1999), sekalipun pelayanan kesehatan
kedokteran berbeda dengan pelayan kesehatan masyarakat, namun untuk
dapat disebut sebagai suatu pelayanan
kesehatan dengan baik, keduanya harus memiliki berbagai persyaratan pokok.
Syarat okok yang dimaksud adalah
a. Tersedia
dan berkesenambungan
Pelayanan kesehatan yang baik adalah
kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat kesinambungan.
Artinya semua jenis pelayan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah
pada setiap saat yang dibutuhkan
b. Dapat
diterima dan wajar
Dapat diterima oleh masyarakat
serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentang
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat
c. Bermutu
Yang menunjukan pada tinggakat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sesuai dengan kode etik
serta standar yang ditetapkan (Azwar ,1996)
No comments:
Post a Comment