AdN

loading...

Monday, October 23, 2017

Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan dengan Gingivitis Pada Pasien Yang Berkunjung Ke Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya  untuk  memenuhi  salah  satu  hak dasar rakyat, yaitu  hak  rakyat  untuk  memperoleh  akses  atas  kebutuhan pelayanan kesehatan,  pembangunan  kesehatan  juga  harus  di  pandang  sebagai  suatu  investasi  dalam kaitannya  untuk  mendukung  peningkatan  kualitas  sumber  daya  manusia  dan  pembangunan  ekonomi  serta  memiliki  peran  penting  dalam  upaya  penanganan   kemiskinan  (Depkes, 2006)
Untuk  mewujudkan  derajat  kesehatan  manusia  yang  optimal  bagi  masyarakat diselenggarakan upaya  kesehatan  dengan  pendekatan  pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),  penyembuhan  penyakit (kuratif) dan  pemulihan kesehatan (rehabilitasi)  yang di laksanakan  secara  menyeluruh, terpadu  dan berkesinambungan (Pantauli, 2003). Pembangunan  di  bidang  kesehatan  merupakan  bagian integral   bangunan  kesehatan  nasional, artinya  dalam  melaksanakan  kesehatan  pembangunan,  pembangunan  kesehatan  gigi  tidak  boleh  ditinggalkan. Dalam  mengatasi  masalah  kesehatan  gigi,  perlu  menunjang  upaya  kesehatan  agar  menjadi  derajat  kesehatan  yang  optimal,  upaya  dibidang  kesehatan  gigi  perlu ditinjau  dari  aspek  lingkungan, pengetahuan,  pendidikan,  kesadaran  masyarakat  dan  penanganan  kesehatan  gigi  termasuk  pencegahan  dan  perawatan,  namun  sebagian  besar  orang  mengabaikan  kondisi  kesehatan gigi  secara  keseluruhan,perawatan  gigi  dianggap  tidak  terlalu  penting,  padahal  manfaatnya  sangat  vital  dalam  menunjang  kesehatan  dan  penampilan. (Pratiwi,2007).
Kesehatan  gigi  dan  mulut  masyarakat  Indonesia  masih  merupakan  hal  yang perlu  mendapat  perhatian  serius  dari  tenaga  kesehatan,  baik  dokter  maupun  perawat  gigi, hal  ini  terlihat  bahwa  penyakit  gigi  dan  mulut  masih  diderita  oleh  90%  penduduk Indonesia.  Salah  satu  faktor  penyebab  timbulnya  masalah  kesehatan  gigi  dan  mulut  pada masyarakat  adalah  faktor   perilaku  yang  mengabaikan  kebersihan  gigi  dan  mulut.  Hal tersebut  dilandasi oleh kurangnya pengetahuan  dan  pendidikan  akan  pentingnya pemeliharaan  gigi  dan  mulut  (Notoatmodjo cit fankari 2003).
Pada  umumnya  pengetahuan  sangat  mendasar  untuk  terbentuknya  suatu  tindakan  kesehatan  (health overt behavior).  perilaku  kesehatan  akan  lebih  baik  jika  didasari  oleh  pengetahuan,  sehingga  sangat  mempengaruhi  sikap  terhadap  pemeliharaan kesehatan  gigi  dan  mulut.  Terbentuknya  suatu  perilaku  sehat  terutama  pada  orang  dewasa dimulai  pada  tingkat  pengetahuan  terhadap  stimulus  yang  berupa  materi  atau  objek diluarnya.  Perilaku  kesehatan  akan  lebih  baik  jika  didasari oleh  pengetahuan  sehingga  dapat  mempengaruhi sikap dan perilaku dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut  (Notoadmodjo, 2003).
Penyakit  gigi  yang  banyak  melanda  masyarakat  sekarang  ini  adalah  Gingivitis, gingivitis  adalah  peradangan  pada  gusi  dengan  tanda - tanda  klinis  perubahan  warna  lebih merah  dari  pada  normal,  gusi  membengkak,  dan  berdarah  pada  tekanan  ringan. Biasanya tidak  menimbulkan  rasa  sakit  hanya  keluhan  gusi  berdarah  bila  sikat gigi. Gingivitis biasanya  dijumpai  pada  usia  antara  30 – 40  tahun  (Situmorang , 2005)
 Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua populasi masyarakat di dunia lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut, pendidikan,  pekerjaan, letak geografis, polusi lingkungan dan perawatan gigi. (Aringga, 2008)
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gingivitis adalah pendidikan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat (T. Hamada, 2008)
Data persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) tahun 2009 menyebutkan prevalensi gingivitis di seluruh dunia adalah 75% - 90%. Sedangkan data berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Gigi & Mulut Pendidikan Universitas Prof  Dr.Moestopo tahun 2004  mencatat 71,3% pasien di rumah sakit ini memiliki karang gigi sebagai pemicu timbulnya penyakit radang gusi, 3% menderita pendarahan gusi, dan 25,55% mengalami penurunan gusi.
Berdasarkan data yang di peroleh dari puskesmas Darul Imarah Aceh Besar pada bulan Januari – Desember tahun 2012 di temukan jumlah penyakit gigi dan mulut sebanyak 3590 kasus. Dengan 82% pasien di puskesmas ini mengalami penyakit gusi dan periodontal (992 kasus), 28%  mengalami karies gigi (333 kasus), dan 16%  mengalami abses (196 kasus).
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal yang dilakukan peneliti pada 10 orang pasien di Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015, dari hasil pemeriksaan terdapat 6 orang yang mengalami gingivitis (60%) dan 4 orang tidak mengalami gingivitis, dari hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti pada pasien yang mengalami gingivitis tersebut mereka mengeluh gusinya sering berdarah dan mereka tidak tahu penyebabnya apa, mereka baru akan memeriksa apabila gusi mereka sudah benar-benar sakit dan bengkak, dan setelah sembuh mereka sudah tidak memeriksakan lagi kesehatan gusinya dan berdasarkan wawancara rata-rata berpendidikan SD dan SMP, sedangkan pada 4 orang yang tidak mengalami gingivitis, rata - rata berpendidikan menengah SMA dan Perguruan Tinggi.
B.      Perumusan Masalah
         Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka di ambil rumusan masalah dalam penulisan ini “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan dengan Gingivitis Pada Pasien Yang Berkunjung Ke Puskesmas Darul Imarah  Aceh Besar Tahun 2015”
C.     Tujuan Penelitian
1.             Tujuan Umum
         Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan pendidikan dengan gingivitis pada pasien yg berkunjung ke puskesmas Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015.



2.             Tujuan Khusus
a.              Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan gingivitis pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015.
b.             Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan gingivitis pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015.
D.     Manfaat Penelitian
1.        Bagi Peneliti
         Menambah pengetahuan ,wawasan ,dan pengalaman dalam bidang ilmu kesehatan gigi.
2.        Bagi Akademik
         Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan.
3.        Bagi Lahan Penelitian
          Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi puskesmas dalam peningkatan pelayanan perawatan ,pengobatan terhadap gingivitis sehingga pihak puskesmas dapat meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan gigi dan mulut.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Pengetahuan
Pengetahuan  merupakan  hasil dari  tahu,  dan ini terjadi setelah orang melakukan  penginderaan  terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan  terjadi melalui  panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar penglihatan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). dari pengalaman dan penelitian ternyata yang di dasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003)
Penelitian  Rogers, 1974 mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a.              Awareness  (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (rangsangan)
b.             Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c.              Evolution (menimbang – nimbang ) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.             Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di kehendaki oleh stimulus.
e.              Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya  Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap – tahap tersebut.
Pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitif mempunyai 4 tingkat,
yakni :
1.             Tahu (know)
Tahu di artikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “ tahu ” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2.             Memahami (comprehension)
Memahami di artikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di pelajari.
3.             Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat di artikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4.             Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan manjabarkan materi atau secara objek kedalam komponen – komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan  analisis  ini  dapat  dilihat  dari  penggunaan   kata – kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.             Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang  baru. Dengan  kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk  menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.
6.             Evaluasi (evoluation)
Evaluasi  ini  berkaitan dengan  kemampuan untuk  melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang di tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan /perilaku seseorang yang apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Sehinga dari pengetahuan yang baik akan menimbulkan suatu sikap yang positif yaitu merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus/ objek. (Notoatmodjo 2003).
B.      Pendidikan
Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (tujuan). Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu,kelompok atau masyarakat. Kondisi ini berangkat dari suatu kondisi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai – nilai hidup didalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu sebagainya). Dalam  mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dikatakan belajar apabila didalam dirinya terdapat perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. (Notoatmodjo, 1993)
 Karena pendidikan itu adalah suatu proses maka dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan.
1.         Lingkungan pendidikan
Biasanya lingkungan pendidikan di bedakan menjadi 3, yang di sebut tri pusat pendidikan, yaitu :
a.        Didalam keluarga :
         Pendidikan yang berlangsung didalam keluarga, ini di sebut pendidikan informal.
b.         Didalam sekolah :
         Pendidikan yang di berikan didalam sekolah ini disebut pendidikan formal.
c.         Didalam masyarakat :
          Pendidikan yang berlangsung didalam masyarakat umum, yang biasanya bertujuan untuk melengkapi pendidikan di sekolah dan pendidikan didalam keluarga disebut pendidikan non formal.
Proses pendidikan kesehatan juga mengikuti proses tersebut, dan unsur – unsurnya pun sama. Yang bertindak selaku pendidik kesehatan adalah semua petugas kesehatan dan siapa saja yang berusaha untuk mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan kesehatan mereka. Karena itu individu, kelompok atau pun masyarakat, di samping di anggap sebagai sasaran (objek) pendidikan, juga dapat berlaku sebagai subjek (pelaku) pendidikan kesehatan masyarakat apabila mereka diikut sertakan didalam usaha kesehatan masyarakat.  (Notoatmodjo, 1993)
Menurut Rachmawati, 2011 pendidikan formal terdiri atas 3 macam, yaitu :
a.             Pendidikan Dasar
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk :
1.     Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat.
2.    Sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
b.             Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar, pendidikan menengah terdiri dari :
1.    Pendidikan menengah umum, dan
2.    Pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk :
1.    Sekolah Menengah Atas (SMA)
2.    Madrasah Aliyah (MA)
3.    Sekolah Menengah Kejuruan(SMK)
4.    Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
c.              Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang di selenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk :
1.    Akademi
2.    Politeknik
3.    Sekolah tinggi
4.    Institute atau
5.    Universitas
Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
C.       Gingiva
1.      Pengertian Gingiva (gusi)
Gingiva adalah salah satu jaringan lunak yang terdapat didalam rongga mulut, dan merupakan bagian dari oral mucosa. Pada orang dewasa yang sehat dan normal gingiva melekat ke akar gigi dan tulang alveolar serta menutupi dan mengelilingi akar gigi.
Tetapi guna kepentingan klinis yang khusus, bagian gingiva yang berada diruangan interdental dipisahkan secara klinis sebagai suatu bagian tersendiri. Sebab bagian gingiva tersebut di gunakan sebagai indikator yang paling akurat untuk mengetahui terjadinya penyakit gingiva sedini mungkin. (Zubardiah, 2011)
2.      Gambaran Klinis Gingiva Normal
Gambaran klinis gingiva dipakai sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit suatu penyakit.
Gambaran gingiva normal terdiri dari :
a)        Warna
Warna gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink), Warna ini dihasilkan oleh adanya suplai darah, ketebalan dan derajat lapisan keratinisasi epitel, serta adanya muatan pigmen didalam sel. Warna ini bervariasi di antara beberapa orang dan tampak ada hubungannya dengan pigmentasi kulit.
b)      Ukuran  
Ukuran gingiva berkaitan dengan jumlah total pembesaran elemen-elemen selular dan interselular serta suplai darahnya. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran umum penyakit gingiva.
c)      Kontur
Kontur ataupun bentuk gingiva sangat bervariasi tergantung pada bentuk gigi dan letak didalam lengkungnya. Marginal gingiva dan attached gingiva mempunyai kontur meruncing kearah koronal dengan tepi tipis dan gingiva interdental berbentuk lancip.
d)      Kosistensi
Gingiva yang sehat umumnya kokoh dan kenyal karena jaringan ikatnya berisi jaringan kolagen yang padat, attached gingiva melekat erat pada jaringan dibawahnya. Jika ada penyakit, konsistensi gingiva dapat menjadi lunak atau mengandung cairan karena ada stagnasi pembuluh darah dan pengurangan jumlah serat-serat kolagen gingiva.
e)      Teksture permukaan
tekstur permukaan gingiva yang sehat terlihat bintik-bintik seperti kulit jeruk, disebut sebagai stipling. Pada gingiva yang mengalami peradangan sering terlihat pengurangan stipling, stipling lebih mudah terlihat jika gingiva  di keringkan. Stipling adalah suatu bentuk adaptasi khusus atau kekutan dalam berfungsi. Hal ini mengambarkan kekuatan gingiva, sedangkan pengurangan atau hilangnya stipling merupakan tanda-tanda umum adanya penyakit gingiva.
f)              Posisi
Posisi gingiva menunjukkan tingkat perlekatan tepi gingiva pada permukaan gigi. Ketika gigi pertama kali erupsi kedalam rongga mulut, perlekatan gingiva, baik tepi gingiva maupun sulkus gingiva berada di ujung mahkota gigi. Jika ada penyakit periodontal, posisi perlekatan gingiva dapat berada pada permukaan akar. Tingkat kehilangan perlekatan gingiva dapat diukur dengan prob periodontal. (Zubardiah, 2011)
D.      Gingivitis
1.      Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah akibat proses peradangan gusi. Biasanya disebabkan oleh plak, dan tanpa plak penyakit gusi tidak dapat terjadi. Ini berarti, dapat di sembuhkan bila rajin membersihkan semua plak dari gigi-giginya (Besford, 1996).
2.      Macam-Macam Gingivitis
Gingivitis terdiri dari 5 macam yaitu :
a.   Gingivitis Marginalis adalah Peradangan gingiva bagian marginal yang    merupakan stadium awal dari penyakit periodontal
b.     Gingivitis Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia pubertas, yang ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi merah sampai kebiru-biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau oedematous, licin dan berkilat dan permukaan gingiva, terutama papila interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
c.   Gingivitis Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya ditandai dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi mekanis maupun secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna menjadi merah terang sampai merah kebiru-biruan dan konsistensi gingiva bebas dan gingiva interdental adalah lunak dan getas (mudah tercabik).
d.   Scorbutic Gingivitis adalah merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi vitamin C, ditandai adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang atau merah menyala.
e.   Anug (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis yang akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas. Biasanya terjadi pada masa pergantian gigi di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug adalah Vincent’s Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).
3.      Proses Terjadinya Gingivitis
Menurut John Besford (1996), proses terjadinya gingivitis dimulai dari :
a.      Tahap Pertama
Plak yang terdapat pada gigi didekat gusi menyebabkan gusi menjadi merah (lebih tua dari merah jambu), sedikit membengkak (membulat dan bercahaya, tidak tipis dan berbintik seperti kulit jeruk), mudah berdarah ketika di sikat (karena adanya luka kecil pada poket gusi), tidak ada rasa sakit.
b.       Tahap Kedua
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun peradangan ini berlangsung. plak pada gigi dapat menyebabkan serabut paling atas antara tulang rahang dan akar gigi membusuk, dan ini diikuti dengan hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat perlekatan. Poket gusi juga menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang rahang tersebut. Gusi tetap berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah ketika disikat. Tetapi tidak terasa sakit.
c.       Tahap Ketiga
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga. Saat ini akan lebih banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin turun, meskipun tidak secepat kerusakan tulang. Poket gusi menjadi lebih dalam (lebih dari 6 mm). Karena tulang hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan gigi depan kadang-kadang mulai bergerak dari posisi semula. Kemerahan, pembengkakan, dan perdarahan masih tetap seperti sebelumnya, dan tetap tidak ada rasa sakit.
d.      Tahap Terakhir
Tahap-tahap ini biasanya terjadi pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat lebih awal. Setelah beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik dan perawatan gusi, tahap terakhir dapat dicapai. Sekarang kebanyakan tulang disekitar gigi telah mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat goyang, dan mulai sakit. Pada tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang dibiarkan, sehingga gingivitis terus berlanjut ketahap paling akut yaitu periodontitis.
4.      Faktor-Faktor Penyebab Gingivitis
Faktor-faktor etiologi penyakit gingiva dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan keberadaannya, faktor-faktor tersebut dapat di klasifikasikan atas :
1.       Faktor Etiologi lokal
a.     Plak dental / plak bakteri  adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.
b.    Kalkulus dental adalah massa terkalsifikasi yang melekat kepermukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingiva, kalkulus dental dapat dibedakan atas kalkulus suprangingiva dan subgingiva.
c.    Material alba  adalah deposit lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya melekatnya lebih rendah di bandingkan plak dental.
d.      Stein dental adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi.
e.      Debris/sisa makanan (Daliemunthe, 2008).
2.      Faktor Etiologi Sistemik
Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan misalnya :
a. Genetik.
b. Nutrisional.
c. Hormonal misalnya : kehamilan dan diabetes.
d. Hematologi/penyakit darah misalnya : anemia dan leukemia.
     (Manson, 1993).
5.      Cara Menentukan Gingivitis
Indeks yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness ini digunakan untuk menilai derajat keparahan inflamasi.
Kriteria untuk penentuan skor sebagai berikut :

Skor / nilai
Kriteria
1.
Inflamasi ringan pada gingiva yang di tandai dengan perubahan warna, sedikit oedema, pada palpasi tidak terjadi pendarahan
2.
Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah, oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan
3.
Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva cenderung berdarah spontan.

Jumlah skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva untuk individu.  
Menurut (Saidina, 2008) Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor Indeks Gingiva dengan kriteria sebagai berikut :
Skor indek gingiva
Kondisi
Gingiva
0,1 – 1,0
Gingivitis
Ringan
1,1 – 2,0
Gingivitis
Sedang
2,1 – 3,0
Gingivitis
Parah


6.       Tanda-Tanda Gingivitis
Menurut Donna Pratiwi (2007), ada beberapa tanda-tanda gingivitis, yaitu :
1. Saat menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi.
2. Saat meludah, ada darah didalam air liur.
3. Gusi bisa dipisahkan dari gigi menggunakan sikat gigi.
4. Warna gusi mengkilat dan bengkak, kadang-kadang berdarah saat   disentuh.
5. Tidak selalu disertai rasa sakit.
7.            Akibat Lanjut Dari Gingivitis
Setelah beberapa tahun tanpa pembersihan plak dan perawatan gusi yang baik, maka plak akan bersifat basa. Kalsium akan mengendap pada lapisan plak, terjadilah pengapuran sehingga plak mengeras menjadi kalkulus. Hal ini di sebabkan karena kalkulus, selain mengandung banyak kuman, permukaan yang kasar akan merusak baik gusi maupun jaringan periodontium di bawahnya (Besford, 1996).
8.           Penanggulangan Gingivitis
Menurut Kanal (2009), dalam upaya penanggulangan gingivitis mencakup 3 aspek yaitu  upaya promotif, preventif dan kuratif, yaitu :
1.           Upaya Promotif
Upaya promotif dalam penanggulangan gingivitis adalah  sebagai berikut:
a.            Dokter gigi dan perawat gigi memberikan informasi tentang kesehatan gigi.
b.           Memberikan informasi dan pengarahan teknik-teknik pengontrolan plak.
c.        Mendidik pasien agar pasien mengetahui cara-cara menjaga kebersihan mulutnya (Mason, 1993)
2.          Upaya Preventif (pencegahan)
   Upaya preventif dalam penanggulangan gingivitis adalah sebagai berikut :
a.           Menjaga oral hygiene.
b.             sikat gigi merupakan salah satu cara yang semua orang sudah tahu, mungkin juga sudah dilakukan setiap hari. Jadi yang penting disini adalah pengenalan teknik sikat gigi yang tepat, memotivasi untuk sikat gigi secara teratur dan pemilihan pasta gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi yang secara horizontal adalah lazim dikenal umum, dan itu merupakan suatu kesalahan karena dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingival dan abrasi gigi. Lebih lanjut lagi, penyakit-penyakit periondontal akan lebih mudah terjadi.
c.         Dental floss atau benang gigi merupakan cara yang akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan, dan cukup ampuh untuk membersihkan disela-sela gigi. Tapi teknik harus dimengerti dengan tepat karena jikalau tidak, alih-alih mencegah penyakit periodontal, yang terjadi malah melukai gusi dan membuat radang.
d.         Kontrol ke dokter gigi secara teratur diperlukan sebagai salah satu upaya preventif, karena merekalah ahlinya dan terkadang kita sendiri seringkali luput mengamati perubahan pada gigi dan gusi yang masih kecil. Bagi mereka yang pernah menderita penyakit periodontal disarankan untuk kontrol secara teratur ke dokter gigi setiap 3 bulan sekali.
3.           Upaya Kuratif (pengobatan)
   Upaya kuratif dalam penanggulangan gingivitis yaitu sebagai berikut :
a.         Scaling merupakan tindakan yang dilakukan untuk membersihkan kalkulus (karang gigi). Kalkulus (karang gigi) adalah deposit yang terkalsifikasi sehingga merekat keras dan tidak hilang dengan sikat gigi. Kalkulus ini terbagi 2 yaitu supragingiva dan subgingiva. Umumnya kalkulus supragingiva berlokasi pada sisi bukal dari gigi-gigi molar rahang atas dan sisi lingual dari gigi-gigi anterior rahang bawah sedangkan kalkulus subgingiva itu berwarna hitam.
b.        Kuretase merupakan tindakan pembersihan periodontal pocket yang berisi banyak sisa makanan maupun kuman untuk mencegah peradangan lanjut. apabila pocket sedang dalam keadaan akut maka salah satu cara yang dilakukan adalah tindakan kuretase.
c.        Kumur-kumur antiseptic merupakan bahan aktif yang sering digunakan sebagai kumur-kumur. Yang dijual bebas umumnya berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan seperti metal salisilat (seperti pada produk Listerine),. Kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efektif adalah dengan air garam hangat.
d.        Antibiotik digunakan apabila terbukti keterlibatan kuman baik secara klinis maupun mikrobiologis, maka antibiotic mutlak diperlukan. Pada umumnya antibiotic yang digunakan pada penyakit-penyakit gigi adalah golongan penisilin karena kuman yang sering menjadi causanya sensitive terhadap golongan ini. Tetapi pada penyakit periodontal, terutama yang lanjut, perlu dipertimbangkan keterlibatan kuman-kuman gram negatif serta anaerob, sehingga dengan demikian pilihan antibiotic jatuh pada tetrasiklin (sering kali digantikan dengan golongan aminopenisilin karena berspectrum luas juga) atau metronidazol karena efektivitas terhadap anaerob. Pemberian dapat berupa per oral maupun lokal seperti gel, tergantung dari luasnya dan tahap proses penyakit dan juga dibantu dengan analgetik - anti inflamasi untuk meredakan gejala simtomatik
 e.        Kemudian di bantu konsumsi vitamin dan nutrisi seperti buah dan sayur untuk  mengembalikan kesehatan gusi.

No comments:

Post a Comment