BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan
upaya untuk memenuhi salah satu
hak dasar rakyat, yaitu hak rakyat untuk
memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan kesehatan, pembangunan kesehatan juga harus di
pandang sebagai suatu
investasi dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam
upaya penanganan kemiskinan
(Depkes, 2006)
Untuk mewujudkan derajat kesehatan manusia yang optimal bagi masyarakat
diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitasi) yang di laksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan (Pantauli, 2003). Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral bangunan kesehatan nasional, artinya dalam melaksanakan
kesehatan pembangunan, pembangunan kesehatan gigi tidak
boleh
ditinggalkan. Dalam mengatasi masalah kesehatan gigi, perlu menunjang upaya kesehatan
agar menjadi derajat kesehatan yang optimal, upaya dibidang kesehatan gigi perlu ditinjau dari aspek lingkungan,
pengetahuan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan
kesehatan gigi termasuk
pencegahan dan perawatan, namun sebagian
besar orang mengabaikan
kondisi kesehatan gigi secara keseluruhan,perawatan
gigi
dianggap tidak terlalu penting, padahal manfaatnya sangat vital dalam
menunjang kesehatan dan penampilan.
(Pratiwi,2007).
Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan
hal yang perlu mendapat perhatian serius dari
tenaga kesehatan, baik dokter
maupun perawat gigi, hal ini terlihat bahwa penyakit gigi dan
mulut masih
diderita oleh 90% penduduk
Indonesia. Salah satu faktor
penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan
mulut pada masyarakat adalah faktor
perilaku yang mengabaikan
kebersihan gigi dan
mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan dan pendidikan akan pentingnya
pemeliharaan gigi dan mulut
(Notoatmodjo cit fankari 2003).
Pada umumnya
pengetahuan sangat mendasar untuk terbentuknya suatu tindakan
kesehatan (health overt behavior). perilaku
kesehatan akan lebih baik jika didasari
oleh pengetahuan, sehingga sangat mempengaruhi
sikap terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Terbentuknya
suatu perilaku sehat terutama pada orang
dewasa dimulai pada tingkat pengetahuan terhadap stimulus yang berupa materi atau
objek diluarnya. Perilaku kesehatan akan lebih baik
jika didasari oleh pengetahuan sehingga dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut (Notoadmodjo, 2003).
Penyakit gigi yang banyak
melanda masyarakat sekarang ini adalah
Gingivitis, gingivitis adalah
peradangan pada gusi dengan
tanda - tanda klinis perubahan
warna lebih merah dari pada
normal,
gusi membengkak, dan berdarah
pada tekanan ringan. Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit
hanya keluhan gusi berdarah
bila sikat gigi. Gingivitis biasanya dijumpai pada usia antara
30 – 40 tahun (Situmorang
, 2005)
Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh
hampir semua populasi masyarakat di dunia lebih dari 80% anak usia muda dan semua
populasi dewasa sudah pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prevalensi dan derajat keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut,
pendidikan, pekerjaan, letak geografis,
polusi lingkungan dan perawatan gigi. (Aringga, 2008)
Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gingivitis adalah pendidikan. Seseorang yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik,
sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat (T. Hamada, 2008)
Data persatuan Dokter
Gigi Indonesia (PDGI) tahun 2009 menyebutkan prevalensi gingivitis di seluruh
dunia adalah 75% - 90%. Sedangkan data berdasarkan penelitian di Rumah Sakit
Gigi & Mulut Pendidikan Universitas Prof Dr.Moestopo tahun 2004 mencatat 71,3% pasien di rumah sakit ini
memiliki karang gigi sebagai pemicu timbulnya penyakit radang gusi, 3%
menderita pendarahan gusi, dan 25,55% mengalami penurunan gusi.
Berdasarkan data yang
di peroleh dari puskesmas Darul Imarah Aceh Besar pada bulan Januari – Desember tahun 2012 di temukan jumlah
penyakit gigi dan mulut sebanyak 3590 kasus. Dengan 82% pasien di puskesmas ini
mengalami penyakit gusi dan periodontal (992 kasus), 28% mengalami karies gigi (333 kasus), dan
16% mengalami abses (196 kasus).
Berdasarkan
hasil pemeriksaan awal yang dilakukan peneliti pada 10 orang pasien di
Puskesmas Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015, dari hasil pemeriksaan terdapat 6
orang yang mengalami gingivitis (60%) dan 4 orang tidak mengalami gingivitis, dari
hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti pada pasien yang mengalami
gingivitis tersebut mereka mengeluh gusinya sering berdarah dan mereka tidak
tahu penyebabnya apa, mereka baru akan memeriksa apabila gusi mereka sudah
benar-benar sakit dan bengkak, dan setelah sembuh mereka sudah tidak memeriksakan
lagi kesehatan gusinya dan berdasarkan wawancara rata-rata berpendidikan SD dan
SMP, sedangkan pada 4 orang yang tidak mengalami gingivitis, rata - rata
berpendidikan menengah SMA dan Perguruan Tinggi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang
diatas maka di ambil rumusan masalah dalam penulisan ini “Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan dengan Gingivitis Pada Pasien Yang Berkunjung
Ke Puskesmas
Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2015”
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan
Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan
dan pendidikan dengan gingivitis pada pasien yg berkunjung ke puskesmas Darul
Imarah Aceh Besar Tahun 2015.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan dengan gingivitis pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Darul
Imarah Aceh Besar Tahun 2015.
b.
Untuk mengetahui hubungan tingkat
pendidikan dengan gingivitis pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Darul
Imarah Aceh Besar Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan ,wawasan ,dan
pengalaman dalam bidang ilmu kesehatan gigi.
2. Bagi Akademik
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bacaan dan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan.
3. Bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya dapat
dijadikan sebagai bahan masukan bagi puskesmas dalam peningkatan pelayanan
perawatan ,pengobatan terhadap gingivitis sehingga pihak puskesmas dapat
meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan gigi dan mulut.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar penglihatan manusia di
peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). dari pengalaman dan penelitian ternyata yang di
dasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak di
dasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003)
Penelitian Rogers, 1974 mengungkapkan sebelum orang
mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
a.
Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (rangsangan)
b.
Interest
(merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek
sudah mulai timbul.
c.
Evolution
(menimbang – nimbang ) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.
Trial,
dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di
kehendaki oleh stimulus.
e.
Adoption,
dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
Namun
demikian, dari penelitian selanjutnya
Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap
– tahap tersebut.
Pengetahuan yang
di cakup dalam domain kognitif mempunyai 4 tingkat,
yakni
:
1.
Tahu (know)
Tahu di artikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “ tahu ” ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang di pelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami di
artikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang di
ketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang
telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di
pelajari.
3.
Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat di artikan aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4.
Analisis (analysis)
Analisis adalah
suatu kemampuan manjabarkan materi atau secara objek kedalam komponen –
komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan
kata – kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.
Sintesis (synthesis)
Sintesis
menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian –
bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis
itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (evoluation)
Evaluasi ini
berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian – penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang di
tentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.
Pengetahuan
merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan /perilaku
seseorang yang apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku di dasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama. Sehinga dari pengetahuan yang baik akan
menimbulkan suatu sikap yang positif yaitu merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus/ objek. (Notoatmodjo 2003).
B. Pendidikan
Pendidikan dalam arti
formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh
pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah
laku (tujuan). Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan
kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri
individu,kelompok atau masyarakat. Kondisi ini berangkat dari suatu kondisi
bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai –
nilai hidup didalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang
mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu
sebagainya). Dalam mencapai tujuan
tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari
kegiatan belajar. Kegiatan atau proses
belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dikatakan belajar apabila didalam dirinya
terdapat perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan
sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. (Notoatmodjo, 1993)
Karena pendidikan itu adalah suatu proses maka
dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan
adalah sasaran pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai
karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan
yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi
yang bersangkutan.
1.
Lingkungan pendidikan
Biasanya lingkungan pendidikan di
bedakan menjadi 3, yang di sebut tri pusat pendidikan, yaitu :
a. Didalam keluarga :
Pendidikan
yang berlangsung didalam keluarga, ini di sebut pendidikan informal.
b. Didalam sekolah :
Pendidikan
yang di berikan didalam sekolah ini disebut pendidikan formal.
c. Didalam masyarakat :
Pendidikan
yang berlangsung didalam masyarakat umum, yang biasanya bertujuan untuk
melengkapi pendidikan di sekolah dan pendidikan didalam keluarga disebut
pendidikan non formal.
Proses pendidikan kesehatan juga
mengikuti proses tersebut, dan unsur – unsurnya pun sama. Yang bertindak selaku
pendidik kesehatan adalah semua petugas kesehatan dan siapa saja yang berusaha
untuk mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan kesehatan mereka.
Karena itu individu, kelompok atau pun masyarakat, di samping di anggap sebagai
sasaran (objek) pendidikan, juga dapat berlaku sebagai subjek (pelaku) pendidikan
kesehatan masyarakat apabila mereka diikut sertakan didalam usaha kesehatan
masyarakat. (Notoatmodjo, 1993)
Menurut Rachmawati, 2011 pendidikan
formal terdiri atas 3 macam, yaitu :
a.
Pendidikan
Dasar
Setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara
yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk :
1. Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat.
2. Sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sederajat.
b.
Pendidikan
Menengah
Pendidikan menengah merupakan
lanjutan dari pendidikan dasar, pendidikan menengah terdiri dari :
1. Pendidikan
menengah umum, dan
2. Pendidikan
menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk :
1. Sekolah
Menengah Atas (SMA)
2. Madrasah
Aliyah (MA)
3. Sekolah
Menengah Kejuruan(SMK)
4. Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
c.
Pendidikan
Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang di selenggarakan oleh
perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk :
1. Akademi
2. Politeknik
3. Sekolah
tinggi
4. Institute
atau
5. Universitas
Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
C. Gingiva
1. Pengertian Gingiva
(gusi)
Gingiva adalah salah satu jaringan
lunak yang terdapat didalam rongga mulut, dan merupakan bagian dari oral mucosa. Pada orang dewasa yang
sehat dan normal gingiva melekat ke akar gigi dan tulang alveolar serta
menutupi dan mengelilingi akar gigi.
Tetapi
guna kepentingan klinis yang khusus, bagian gingiva yang berada diruangan
interdental dipisahkan secara klinis sebagai suatu bagian tersendiri. Sebab
bagian gingiva tersebut di gunakan sebagai indikator yang paling akurat untuk
mengetahui terjadinya penyakit gingiva sedini mungkin. (Zubardiah, 2011)
2. Gambaran Klinis
Gingiva Normal
Gambaran klinis gingiva dipakai
sebagai dasar untuk mengetahui perubahan patologis yang terjadi pada gingiva
yang terjangkit suatu penyakit.
Gambaran gingiva normal terdiri dari :
a)
Warna
Warna
gingiva normal umumnya berwarna merah jambu (coral pink), Warna ini
dihasilkan oleh adanya suplai darah, ketebalan dan derajat lapisan keratinisasi
epitel, serta adanya muatan pigmen didalam sel. Warna ini bervariasi di antara
beberapa orang dan tampak ada hubungannya dengan pigmentasi kulit.
b) Ukuran
Ukuran gingiva berkaitan dengan
jumlah total pembesaran elemen-elemen selular dan interselular serta suplai
darahnya. Perubahan ukuran gingiva merupakan gambaran umum penyakit gingiva.
c) Kontur
Kontur ataupun bentuk gingiva sangat
bervariasi tergantung pada bentuk gigi dan letak didalam lengkungnya. Marginal
gingiva dan attached gingiva mempunyai kontur meruncing kearah koronal dengan
tepi tipis dan gingiva interdental berbentuk lancip.
d) Kosistensi
Gingiva
yang sehat umumnya kokoh dan kenyal karena jaringan ikatnya berisi jaringan
kolagen yang padat, attached gingiva
melekat erat pada jaringan dibawahnya. Jika ada penyakit, konsistensi gingiva
dapat menjadi lunak atau mengandung cairan karena ada stagnasi pembuluh darah
dan pengurangan jumlah serat-serat kolagen gingiva.
e) Teksture
permukaan
tekstur
permukaan gingiva yang sehat terlihat bintik-bintik seperti kulit jeruk,
disebut sebagai stipling. Pada gingiva yang mengalami peradangan sering terlihat
pengurangan stipling, stipling lebih mudah terlihat jika gingiva di keringkan. Stipling adalah suatu bentuk
adaptasi khusus atau kekutan dalam berfungsi. Hal ini mengambarkan kekuatan
gingiva, sedangkan pengurangan atau hilangnya stipling merupakan tanda-tanda
umum adanya penyakit gingiva.
f)
Posisi
Posisi
gingiva menunjukkan tingkat perlekatan tepi gingiva pada permukaan gigi. Ketika
gigi pertama kali erupsi kedalam rongga mulut, perlekatan gingiva, baik tepi
gingiva maupun sulkus gingiva berada di ujung mahkota gigi. Jika ada penyakit
periodontal, posisi perlekatan gingiva dapat berada pada permukaan akar.
Tingkat kehilangan perlekatan gingiva dapat diukur dengan prob periodontal.
(Zubardiah, 2011)
D. Gingivitis
1. Pengertian Gingivitis
Gingivitis adalah akibat proses
peradangan gusi. Biasanya disebabkan oleh plak, dan tanpa plak penyakit gusi
tidak dapat terjadi. Ini berarti, dapat di sembuhkan bila rajin membersihkan
semua plak dari gigi-giginya (Besford, 1996).
2. Macam-Macam
Gingivitis
Gingivitis
terdiri dari 5 macam yaitu :
a. Gingivitis
Marginalis adalah Peradangan gingiva bagian marginal yang merupakan stadium awal dari penyakit
periodontal
b. Gingivitis
Pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-anak usia
pubertas, yang ditandai dengan gejala gingiva mengalami perubahan warna menjadi
merah sampai kebiru-biruan, konsistensi gingiva berubah menjadi lunak atau
oedematous, licin dan berkilat dan permukaan gingiva, terutama papila
interdental yang terlibat terlihat licin dan berkilat.
c. Gingivitis
Pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu hamil biasanya
ditandai dengan gejala gingiva cenderung mudah berdarah, baik karena iritasi
mekanis maupun secara spontan, gingiva biasanya mengalami perubahan warna
menjadi merah terang sampai merah kebiru-biruan dan konsistensi gingiva bebas
dan gingiva interdental adalah lunak dan getas (mudah tercabik).
d. Scorbutic
Gingivitis adalah merupakan gingivitis yang terjadi karena defisiensi
vitamin C, ditandai adanya hiperplasi atau ulserasi dan berwarna merah terang
atau merah menyala.
e. Anug
(Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-satunya gingivitis
yang akut, terjadi sangat mendadak dan cepat meluas. Biasanya terjadi pada masa
pergantian gigi di mana anak mempunyai oral hygiene buruk. Nama lain dari Anug
adalah Vincent’s Gingivitis atau Trench Mouth (Daliemunthe, 2008).
3. Proses Terjadinya Gingivitis
Menurut
John Besford (1996), proses terjadinya gingivitis dimulai dari :
a. Tahap Pertama
Plak yang terdapat pada gigi didekat
gusi menyebabkan gusi menjadi merah (lebih tua dari merah jambu), sedikit
membengkak (membulat dan bercahaya, tidak tipis dan berbintik seperti kulit
jeruk), mudah berdarah ketika di sikat (karena adanya luka kecil pada poket
gusi), tidak ada rasa sakit.
b. Tahap
Kedua
Setelah beberapa bulan atau beberapa
tahun peradangan ini berlangsung. plak pada gigi dapat menyebabkan serabut
paling atas antara tulang rahang dan akar gigi membusuk, dan ini diikuti dengan
hilangnya sebagian tulang rahang pada tempat perlekatan. Poket gusi juga
menjadi lebih dalam dengan penurunan tinggi tulang rahang tersebut. Gusi tetap
berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah ketika disikat. Tetapi tidak terasa
sakit.
c. Tahap Ketiga
Setelah beberapa tahun tanpa
pembersihan plak yang baik, dapat terjadi tahap ketiga. Saat ini akan lebih
banyak lagi tulang rahang yang rusak dan gusi semakin turun, meskipun tidak
secepat kerusakan tulang. Poket gusi menjadi lebih dalam (lebih dari 6 mm).
Karena tulang hilang, gigi mulai terasa sedikit goyang, dan gigi depan
kadang-kadang mulai bergerak dari posisi semula. Kemerahan, pembengkakan, dan
perdarahan masih tetap seperti sebelumnya, dan tetap tidak ada rasa sakit.
d. Tahap
Terakhir
Tahap-tahap ini biasanya terjadi
pada usia 40-an atau 50-an tahun, tetapi terkadang dapat lebih awal. Setelah
beberapa tahun lagi tetap tanpa pembersihan plak yang baik dan perawatan gusi,
tahap terakhir dapat dicapai. Sekarang kebanyakan tulang disekitar gigi telah
mengalami kerusakan sehingga beberapa gigi menjadi sangat goyang, dan mulai
sakit. Pada tahap ini merupakan suatu akibat gingivitis yang dibiarkan,
sehingga gingivitis terus berlanjut ketahap paling akut yaitu periodontitis.
4. Faktor-Faktor
Penyebab Gingivitis
Faktor-faktor etiologi penyakit
gingiva dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan keberadaannya,
faktor-faktor tersebut dapat di klasifikasikan atas :
1. Faktor Etiologi lokal
a. Plak dental / plak bakteri adalah
deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau
permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.
b. Kalkulus dental adalah massa terkalsifikasi
yang melekat kepermukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus
terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Berdasarkan lokasi
perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingiva, kalkulus dental dapat dibedakan
atas kalkulus suprangingiva dan subgingiva.
c. Material alba adalah deposit lunak,
bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya melekatnya
lebih rendah di bandingkan plak dental.
d. Stein dental adalah deposit berpigmen pada
permukaan gigi.
e. Debris/sisa makanan (Daliemunthe, 2008).
2. Faktor Etiologi Sistemik
Faktor-faktor sistemik adalah faktor
yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan misalnya :
a. Genetik.
b. Nutrisional.
c. Hormonal misalnya : kehamilan dan
diabetes.
d. Hematologi/penyakit darah misalnya :
anemia dan leukemia.
(Manson,
1993).
5. Cara
Menentukan Gingivitis
Indeks yang diperkenalkan oleh Loe
dan Silness ini digunakan untuk menilai derajat keparahan inflamasi.
Kriteria untuk penentuan skor
sebagai berikut :
Skor
/ nilai
|
Kriteria
|
1.
|
Inflamasi ringan pada gingiva yang
di tandai dengan perubahan warna, sedikit oedema, pada palpasi tidak terjadi
pendarahan
|
2.
|
Inflamasi gingiva sedang, gingiva
berwarna merah, oedema dan berkilat, pada palpasi terjadi pendarahan
|
3.
|
Inflamasi gingiva parah, gingiva
berwarna merah menyolok, oedematous, terjadi ulserasi, gingiva cenderung
berdarah spontan.
|
Jumlah
skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka
diperoleh skor indeks gingiva untuk individu.
Menurut
(Saidina, 2008) Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari
skor Indeks Gingiva dengan kriteria sebagai berikut :
Skor
indek gingiva
|
Kondisi
|
Gingiva
|
0,1
– 1,0
|
Gingivitis
|
Ringan
|
1,1
– 2,0
|
Gingivitis
|
Sedang
|
2,1
– 3,0
|
Gingivitis
|
Parah
|
6. Tanda-Tanda Gingivitis
Menurut Donna Pratiwi (2007), ada beberapa
tanda-tanda gingivitis, yaitu :
1. Saat menyikat gigi, ada noda
darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi.
2. Saat meludah, ada darah didalam air
liur.
3. Gusi bisa dipisahkan dari gigi menggunakan sikat gigi.
4. Warna
gusi mengkilat dan bengkak, kadang-kadang berdarah saat disentuh.
5. Tidak selalu disertai rasa
sakit.
7. Akibat Lanjut Dari Gingivitis
Setelah beberapa tahun tanpa
pembersihan plak dan perawatan gusi yang baik, maka plak akan bersifat basa.
Kalsium akan mengendap pada lapisan plak, terjadilah pengapuran sehingga plak
mengeras menjadi kalkulus. Hal ini di sebabkan karena kalkulus, selain
mengandung banyak kuman, permukaan yang kasar akan merusak baik gusi maupun
jaringan periodontium di bawahnya (Besford, 1996).
8. Penanggulangan Gingivitis
Menurut
Kanal (2009), dalam upaya penanggulangan gingivitis mencakup 3 aspek
yaitu upaya promotif, preventif dan kuratif, yaitu :
1. Upaya Promotif
Upaya promotif dalam penanggulangan
gingivitis adalah sebagai berikut:
a. Dokter gigi dan perawat gigi memberikan informasi tentang kesehatan
gigi.
b. Memberikan informasi dan pengarahan teknik-teknik
pengontrolan plak.
c. Mendidik pasien agar pasien mengetahui
cara-cara menjaga kebersihan mulutnya (Mason, 1993)
2. Upaya Preventif (pencegahan)
Upaya preventif dalam penanggulangan gingivitis adalah sebagai berikut :
a.
Menjaga oral hygiene.
b.
sikat gigi merupakan salah satu cara yang semua orang sudah tahu,
mungkin juga sudah dilakukan setiap hari. Jadi yang penting disini adalah
pengenalan teknik sikat gigi yang tepat, memotivasi untuk sikat gigi secara
teratur dan pemilihan pasta gigi dengan tepat. Teknik sikat gigi yang secara
horizontal adalah lazim dikenal umum, dan itu merupakan suatu kesalahan karena
dengan cara demikian lambat laun dapat menimbulkan resesi gingival dan abrasi
gigi. Lebih lanjut lagi, penyakit-penyakit periondontal akan lebih mudah
terjadi.
c. Dental floss atau benang gigi merupakan cara yang
akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan, dan cukup ampuh untuk membersihkan
disela-sela gigi. Tapi teknik harus dimengerti dengan tepat karena jikalau
tidak, alih-alih mencegah penyakit periodontal, yang terjadi malah melukai gusi
dan membuat radang.
d. Kontrol ke dokter gigi
secara teratur diperlukan sebagai salah satu upaya preventif, karena merekalah
ahlinya dan terkadang kita sendiri seringkali luput mengamati perubahan pada
gigi dan gusi yang masih kecil. Bagi mereka yang pernah menderita penyakit
periodontal disarankan untuk kontrol secara teratur ke dokter gigi setiap 3 bulan
sekali.
3. Upaya Kuratif (pengobatan)
Upaya kuratif dalam penanggulangan gingivitis yaitu sebagai berikut :
a. Scaling merupakan tindakan yang dilakukan untuk
membersihkan kalkulus (karang gigi). Kalkulus (karang gigi) adalah deposit yang
terkalsifikasi sehingga merekat keras dan tidak hilang dengan sikat gigi.
Kalkulus ini terbagi 2 yaitu supragingiva dan subgingiva. Umumnya kalkulus
supragingiva berlokasi pada sisi bukal dari gigi-gigi molar rahang atas dan
sisi lingual dari gigi-gigi anterior rahang bawah sedangkan kalkulus subgingiva
itu berwarna hitam.
b. Kuretase merupakan tindakan pembersihan
periodontal pocket yang berisi banyak sisa makanan maupun kuman untuk mencegah
peradangan lanjut. apabila pocket sedang dalam keadaan akut maka salah satu
cara yang dilakukan adalah tindakan kuretase.
c. Kumur-kumur antiseptic merupakan bahan aktif
yang sering digunakan sebagai kumur-kumur. Yang dijual bebas umumnya berasal
dari minyak tumbuh-tumbuhan seperti metal salisilat (seperti pada produk
Listerine),. Kumur-kumur yang lebih murah dan cukup efektif adalah dengan air
garam hangat.
d. Antibiotik digunakan apabila terbukti
keterlibatan kuman baik secara klinis maupun mikrobiologis, maka antibiotic
mutlak diperlukan. Pada umumnya antibiotic yang digunakan pada
penyakit-penyakit gigi adalah golongan penisilin karena kuman yang sering
menjadi causanya sensitive terhadap golongan ini. Tetapi pada penyakit
periodontal, terutama yang lanjut, perlu dipertimbangkan keterlibatan
kuman-kuman gram negatif serta anaerob, sehingga dengan demikian pilihan
antibiotic jatuh pada tetrasiklin (sering kali digantikan dengan golongan
aminopenisilin karena berspectrum luas juga) atau metronidazol karena
efektivitas terhadap anaerob. Pemberian dapat berupa per oral maupun lokal
seperti gel, tergantung dari luasnya dan tahap proses penyakit dan juga
dibantu dengan analgetik - anti inflamasi untuk meredakan gejala
simtomatik
e. Kemudian di bantu konsumsi vitamin dan nutrisi seperti
buah dan sayur untuk mengembalikan
kesehatan gusi.
No comments:
Post a Comment