AdN

loading...

Sunday, October 29, 2017

HUBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID KELAS IV DAN V SD NEGERI 1 MATA IE KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR

versi lengkapnya ada sama Admin ya,,, Boleh hubungi admin atau tinggalin komentar aja dibawah, ntar dibalas kok, dibantuin dech pokoknya. :-)



ABSTRAK

ix + 40 halaman + 10 tabel + 12 lampiran
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun secara tidak laangsung. Sikap dan prilaku ibu sangat mempengaruhi anak dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut karena ibu merupakan orang terdekat dengan anak dalam pemeliharaan kesehatan gigi memberi pengaruh yang sangat signifikasi terhadap sikap dan prilaku anak. Berdasarkan pemeriksaan awal yang dilakukan penulis terhadap 15 orang anak ditemukan rata-rata OHI-S adalah sedang yaitu 1,6. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut pada murid kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar.
            Penelitian ini bersifat analitik, dilaksanakan pada tanggal 13 Juni - 15 Juni 2013 dengan melakukan meriksaan terhadap murid, dan membagikan angket untuk di isikan oleh ibu murid. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar yang berjumlah 56 murid dan 56 ibu murid. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling dan analisa data dengan menggunakan uji chi-square dengan derajat kepercayaan (α=0,05).
Hasil penelitian hubungan perilaku ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut anak didapatkan bahwa dari seluruh responden, 33 orang ibu (74%) memiliki pengetahuan yang baik namun kebersihan gigi dan mulut anak kriteria sedang (  hitung 6,65 ≥ tabel 5,991), 35 orang ibu (72%) yang memiliki sikap baik namun status kebersihan gigi dan mulut anak sedang (  hitung 7,467 ≥ tabel 5,991) dan 32 orang ibu (68%) memiliki tindakan yang baik namun status kebersihan gigi dan mulut anak juga berkriteria sedang (  hitung 1,34 ≤  tabel 5,991).
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut anak dan tidak ada hubungan antara tindakan ibu terhadap kebersihan gigi dan mulut anak. Disarankan kepada ibu agar dapat memotivasi anak dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut, menganjurkan kepada anak dengan cara menyikat gigi 2 kali sehari setelah sarapan dan malam sebelum tidur, dan memeriksa gigi ke puskesmas atau dokter gigi selama 6 bulan sekali.


Daftar bacaan : 15 buku dan 8 internet





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Undang-Undang RI N0.36 Tahun 2009 pasal 46 dan 47 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitative yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinabungan (Depkes RI, 2009).
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Pembangunan di bidang kesehatan gigi merupakan bagian integral pembangunan kesehatan nasional. Artinya, dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi tidak boleh di tinggalkan, demikian juga sebaliknya. Bila ingin melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan gigi, tidak boleh dilupakan kerangka yang lebih luas, yaitu pembangunan di bidang kesehatan umumnya (Suwelo, 1992).
Pendidikan kesehatan gigi adalah suatu penerapan atau aplikasi konsep pendidikan dan konsep sehat. Konsep sehat adalah seseorang dalam keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosialnya serta bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahannya. Seperti halnya pendidikan kesehatan, konsep pendidikan kesehatan gigi pun merupakan penerapan dari konsep pendidikan dan konsep sehat. Bertitik tolak dari kedua konsep tersebut, maka pendidikan  kesehatan gigi adalah suatu proses belajar yang di tujukan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-tingginya (Herijulianti, 2002)
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun secara tidak langsung (Notoadmodjo, 2003).
Pendidikan kesehatan gigi harus diperkenalkan sedini mungkin kepada anak agar mereka dapat mengetahui cara memelihara kesehatan gigi dan mulut secara baik dan benar. Ibu sangat berpengaruh dalam pemeliharaan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut anak karena anak masih bergantung pada ibu. Sikap dan perilaku ibu sangat menpengaruhi anak dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut. Ibu harus mampu memberikan contoh yang baik dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Karena ibu merupakan orang terdekat dengan anak dalam pemeliharaan  kesehatan gigi memberikan pengaruh yang sangat signifikasi terhadap sikap dan perilaku anak (PDGI, 2009).
Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut pada anak usia sekolah merupakan hal yang sangat penting mengingat pada saat inilah seorang anak dalam masa tumbuh kembangnya, oleh karena itu peran ibu dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut anak menjadi pendidikan yang paling dasar dalam membentuk kepribadian anak agar selalu menjaga kebersihan gigi dan mulutnya sendiri. Sehingga pada saat anak memasuki usia dewasa, seorang anak telah siap dengan sesuatu hal yang baru yang akan dijalaninya tanpa terganggu oleh permasalahan kesehatan gigi yang dapat mempengaruhi kesehatan secara umum dan segala proses pendidikan yang dijalaninya (Maulani, 2005).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS, 2007) dimana 20,6% anak Indonesia kelompok usia (10-14 tahun) mempunyai masalah gigi dan mulut dan memerlukan konseling perawatan kebersihan gigi dan mulut sebanyak 11,5%. Provinsi NAD termasuk dalam 5 provinsi dengan prevalensi tertinggi masalah gigi dan mulut (30,5%) dan pada Masyarakat Banda Aceh sebanyak 29,6% mempunyai masalah gigi dan mulut.
Berdasarkan data yang diperoleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang menggambarkan sebagian besar penduduk umur 10 tahun keatas 91,1% mempunyai kebiasaan menggosok gigi setiap hari. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, menggosok gigi yang benar adalah menggosok gigi setiap hari pada waktu pagi hari sesudah makan dan malan sebelum tidur. Didapatkan pada umumnya masyarakat yang menggosok gigi setiap hari pada waktu mandi pagi atau sore 90,7%. Masyarakat yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi hanya 12,6% dan sebelum tidur malam 28,7%. Persentase penduduk yang benar menggosok gigi yaitu 7,3%, sedangkan persentase penduduk yang berperilaku tidak benar menggosok gigi sangat besar yaitu 92,7%. Diprovinsi NAD sebagian besar penduduk umur 10 tahun keatas 87,6% memepunyai kebiasaan menggosok gigi setiap hari, 88,6% masyarakat yang menggosok gigi setiap hari pada waktu mandi pagi atau sore, hanya 10,0% masyarakat yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi dan 20,8% masyarakat menggosok gigi sebelum tidur malam. Persentase penduduk yang benar menggosok gigi yaitu 4,9%, sedangkan persentase penduduk yang berperilaku tidak benar menggosok gigi sangat besar yaitu 95,1%. Derektorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan (2000) telah menetapkan sasaran jangka panjang program Kesehatan Gigi dan mulut, yakni suatu derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal dengan ukuran kebersihan mulut dilingkungan anak Sekolah Dasar dengan angka Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) berkisar nilai 0,6-1,2.            
Berdasarkan pemeriksaan awal yang dilakukan penulis terhadap 15 orang anak, ditemukan rata-rata OHIS adalah sedang yaitu 1,6. Oleh karena itu, maka penulis ingin mengetahui Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.

B.       Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di buat suatu rumusan masalahnya yaitu “Bagaimanakah Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut  Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013?.
C.      Tujuan Penelitian
1.  Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.
b.     Mengetahui Hubungan Sikap Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.
c.    Mengetahui Hubungan Tindakan Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.
d.   Mengetahui Status Kebersihan Gigi dan Mulut Pada murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.
                                                                                                                 
D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Penulis
Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis untuk mengembangkan diri dalam disiplin ilmu kesehatan masyarakat khususnya kesehatan gigi dan mulut.

2.      Bagi Akademik
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Aceh dan dapat menambah pembendaharaan perpustakaan.

3.      Bagi Lahan Penelitian
Dapat memberikan informasi tentang Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Murid Kelas IV dan V SD Negeri 1 Mata Ie Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar Tahun 2013.

4.     Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan untuk peningkatan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Pengertian Prilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun secara tidak langsung (Notoadmodjo, 2003).
Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup (covert behavior), sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan, bersifat terbuka (over behavior). Sikap sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh karena itu pengukurannya pun berupa kecenderungan atau tanggapan terhadap fenomena tertentu (Budiharto, 2009).
            Rogers (1974, cit, Notoadmodjo, 2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
1.    Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2.    Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus
3.    Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya)
4.    Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5.    Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Faktor-faktor yang dapat membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda(determinan perilaku) dibedakan menjadi dua, yakni :
1.    Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan bersifat bawaan, misalnya : jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional.
2.    Determinan atau faktor eksternal, yaitu faktor luar yang dapat mempengaruhi, misalnya : faktor lingkungan  merupakan faktor domain yang mempengaruhi yaitu faktor sosial, budaya, ekonomi, politik.
          Perilaku merupakan keseluruhan atau totalitas pemahaman aktifitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau faktor internal dan eksternal. Benyamin Bloom membagi perilaku manusia dalam 3 domain, yakni kognitif, efektif dan psikomotor. Dalam kehidupan terdapat 3 tahap dalam mengadopsi suatu perilaku, yaitu :
1.        Pengetahuan
          Pengetahuan merupakan hasil atau wujud dari penginderaan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera, yakni indra penglihatan, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan manusia sebagian besar diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).
Menurut Budiharto, 2009 pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu :
1.    Tahu (know), merupakat tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya mengingat atau mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu.
2.    Memahami (comprehension), adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui.
3.    Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4.    Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut.
5.    Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk tertentu yang baru.
6.    Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu.
2.    Sikap (Attitude)
Menurut Notoatmodjo, 2005 sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senag-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
Menurut Allport(1945), sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a.    Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b.    Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (tarkandung didalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c.    Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau prilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berprilaku terbuka (tindakan).
Ketiga kompoknen tersebut secara bersamaan membentuk sikap yang utuh (total attitude).
 Menurut Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya,sebagai berikut:
a.    Menerima (receiving)
Menerima artikan atau seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).
b.    Menanggapi (responding)
Menananggapi di sini diartikan  memberikan jawaban atau tanggapan terhadap  pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c.    Menghargai (valving)
Menghargai artikan subjek,  atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain merespons.

d.   Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa  yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencomoohkan atau adanya risiko lain.
3.    Tindakan atau praktik (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah diharapkan ia akan  melaksanakan atau  mempraktekkan apa yang diketahuinya dan disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan prilaku tertentu akan di bentuk atau tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang keuntungan atau kerugian  yang akan didapat juga mempertimbangkan  sejauh mana dia dapat mengatur prilaku tersebut. Pengaturan diri dalam hal berprilaku secara efektif tidak akan di capai hanya dengan kehendak atau sikap saja akan tetapi di tuntut juga untuk memiliki keterampilan untuk memotifasi diri dan bimbingan diri, dengan kata lain memiliki pengetahuan yang baik (Smet,1994).
Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak (Riyanti, 2005)
Prilaku merupakan suatu aktifitas manusia yang sangat mempengaruhi pola hidup yang akan dijalaninya. Proses pembentukan prilaku yang diharapkan memerlukan waktu serta kemampuan dari para orang tua di dalam mengajarkan anak. Oleh karena itu bila pola hidup yang dijalaninya merupakan pola hidup yang sehat maka perilaku yang akan diterapkan di dalam memelihara kesehatan gigi dan mulutpun merupakan pola hidup yang sehat (Riyanti, 2005).
Menurut Purwanto (2006), orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karna kodratnya. Oleh kerena itu kasih sayang orang tua terhadap anak-anak hendaklah kasih sayang yang sejati pula, yang berarti pendidik atau orang tua mengutamakan kepentingan dan kebutuhan anak-anak, dengan mengesampingkan keinginan dan kesenangan sendiri. Hal ini orang tua hendaknya harus ingat bahwa pendidikan berdasarkan  kasih sayang saja kadang-kadang mendatangkan bahaya. Kasih sayang harus dijaga jangan sampai merubah anak menjadi manja. Kasih sayang harus di lengkapi dengan pandangan yang sehat tentang sikap orang tua terhadap anak.

B.  Kebersihan Gigi dan Mulut
1.    Pengertian Kebersihan Gigi dan Mulut
Kebersihan mulut merupakan suatu kondisi atau keadaan terbebasnya gigi geligi dari plak dan kalkulus, keduanya selalu terbentuk pada gigi dan meluas ke seluruh permukaan gigi.  Hal ini disebabkan karena rongga mulut bersifat basah, lembab dan gelap, dengan kata lain lingkungan yang menyebabkan kuman berkembang biak (Bie Kien Nio, 1989).
2.    Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut
a.    Plak
Menurut Ramadhan (2010), plak adalah suatu lapisan lengket yang merupakan kumpulan dari bakteri. Plak ini akan mengubah karbohidrat atau gula yang berasal dari makanan menjadi asam cukup kuat yang cukup merusak gigi. Menurut Pratiwi (2009), kombinasi bakteri, asam, sisa makanan, dan air liur dalam mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plak
Menurut Be Kien Nio (1895), Plak akan tumbuh dan melekat erat pada gigi bila kita mengabaikan kebersihan mulut. Kuman coccus yang terdapat didalam plak menyukai gula, gula oleh kuman coccus diubah menjadi asam, asam dapat melarutkan email gigi sehingga gigi menjadi berlubang. Menurut Ramadhan (2010) Plak juga merupakan penyebab terjadinya radang gusi dan jaringan periodontal yang lebih dalam. Apabila proses peradangan berlanjut, maka jaringan periodontal ini lama-kelamaan akan rusak sehingga akan kehilangan fungsinya sebagai penopang gigi. Gigi pun akan menjadi goyang dan lama kelamaan bisa lepas dari tempatnya
b.    Karang gigi
Karang gigi (kalkulus) adalah plak yang telah mengalami pengerasan, klasifikasi atau remineralisasi. Karang gigi yang melekat dipermukaan gigi biasanya berwarna kekuningan sampai kecokelatan sehingga dapat terlihat mata. Permukaannya keras seperti gigi dan tidak dapat dibersihkan dengan sikat gigi atau tusuk gigi. Karang gigi yang tidak terlihat biasanya tumbuh di bawah gusi, mengakibatkan gusi infeksi dan mudah berdarah. Karang gigi biasanya dapat menyebabkan bau mulut (pratiwi, 2007).
Karang gigi ini juga dapat terbentuk apabila sederet gigi tidak berfungsi atau tidak digunakan. Misalnya oleh sesuatu sebab, misalnya gigi itu sakit, maka ia makan dengan sebelah rahang yang gigi geliginya tidak sakit. Maka gigi-gigi yang tidak digunakan itu, lama kelamaan malah dipenuhi karang gigi. Hal ini dikarenakan gigi-gigi yang tidak digunakan justru menjadi sasaran penumpukan sisa-sisa makanan. Sedangkan gigi-gigi yang digunakan malah menjadi bersih, karena air ludah dan gerakan otot pipi ketika mengunyah membersihkan daerah itu (Machfoedz, 2006).
Menurut Pratiwi (2009), penyebab karang gigi adalah bakteri aktif golongan streptococcus dan anaerob. Bakteri tersebut  mengubah glukosa dan karbon hidrat  pada makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam akan terus diproduksi oleh bakteri tersebut. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan, dan air liur dalam mulut membentuk suatu substansi bewarna kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plak. Plak yang tidak dibersihkan akan termineralisasi menjadi kalkulus atau karang gigi.
c.    Cara Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
Menurut ramadhan (2010), cara menjaga kesehatan gigi dan mulut yaitu dengan menyikat gigi yang baik dan benar yaitu setelah makan dan sebelum tidur, menerapkan pola makan yang sehat, memeriksa gigi ke dokter gigi setiap 6bulan sekali. Menghilangkan kebiasaan buruk sama pentingnya memelihara kebiasaan baik.
Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyikat gigi :
1.   Bersihkan permukaan gigi bagian luar yang menghadap kebibir dan pipi. Sikatlah 3 sampai 4 gigi terlebih dulu baru pindah ke gigi-gigi di sebelahnya, lakukan penyikatan sebayak 10-20 kali gosokan.
2.   Bersihkan seluruh permukaan kunyah gigi pada lengkung gigi sebelah kanan dan kiri dengan gerakan maju mundur sebanyak 10-20 kali gosokan.
3.   Bersihkan permukaan dalam gigi yang menghadap ke lidah dan langit-langit.
4.   Sikat pula lidah untuk membersihkan bakteri yang berada dipermukaan lidah. Permukaan lidah yang kasar dan berpapil membuat bakteri mudah menempel.
5.   Waktu menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur

C.  Cara mengukur Kebersihan Gigi dan Mulut
Menurut Herijulianti (2002), untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang dilihat adalah adanya debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu:
Untuk rahang atas, yang diperiksa :
a.      Gigi M1 kanan atas pada permukaan bucal
b.      Gigi I1  kanan atas pada permukaan labial
c.    Gigi M1 kiri atas pada permukaan bucal


Untuk rahang bawah, yang di periksa:
a.       Gigi M1 kiri bawah pada permukaan lingual
b.      Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
c.       Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
            Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu ;
a.    Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M2 rahang atas/rahang bawah.
b.    Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah.
c.    Bila M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
d.   Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kiri rahang atas.
e.    Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
f.     Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kanan rahang bawah.
g.    Bila gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada,  tidak dapat dilakukan penilaian.


1.    Debris indeks
a.    Pengertian Debris Indeks (DI)
          Debris indeks adalah nilai atau skor dari endapan lunak yang menempel pada permukaan gigi penentu. Plak dan debris dapat di bersihkan dengan menyikat gigi, tetapi hanya dalam waktu beberapa menit akan terbentuk selaput tipis dari ludah kemudian kuman dalam ludah akan menempel bersama sisa makanan akan membentuk endapan sehingga menjadi debris (Depkes RI, 1995).
b. Cara Pemeriksaan Debris Indeks
1.    Permukaan gigi yang diperiksa adalah sampai batas gusi, dengan garis khayal permukaan gigi dibagi menjadi tiga bagian dengan yang sama.
2.    Untuk menilai debris dilihat luasnya permukaan gigi yang tertutup dengan debris. Alat yang dipakai adalah sonde. Sonde digerakkan secara mendatar pada permukaan gigi.
Penilaian dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan hanya pada gigi permanent. Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian debris indeks dengan membagi permukaan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.
1.    Bagian  A1        = 1/3 permukaan gigi bagian Servikal
2.    Bagian  A2        =  1/3 Permukaan gigi bagian tengah
3.    Bagian  A3        =  1/3 Permukaan gigi Bagian Incisal



c. Kriteria Debris Index
Tabel 1. Kriteria Debris Indeks
No
Kriteria
Nilai
Gambar
1.
Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada  debris atau pewarnaan ekstrinsik.

0
2.
a.    Pada permukaan gigi yang terlihat, adanya debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3 permukaan gigi.
b.    Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan gigi.
1
3.
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan seluas lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
2
4.
Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan seluas lebih dari 2/3 sampai seluruh permukaan gigi.
3
Herijulianti (2002)

d. Cara Menghitung Skor Debris Index
DI =   
e. Penilaian Debris Index
1)             Baik (Good), apabila nilai ada diantara    =         0 – 0,6
2)             Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara  =         0,7 – 1,8
3)             Buruk (Poor), apabila nilai ada diantara  =          1,9 – 3,0

2.    Kalkulus Indeks
a.    Pengertian Kalkulus indeks
Kalkulus indeks adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang di dapat pada waktu pemeriksaan kalkulus
b.    Cara pemeriksaan kalkulus  indeks
1.    Permukaan gigi yang diperiksa adalah sampai batas gusi, dengan garis khayal permukaan gigi dibagi menjadi tiga bagian dengan yang sama.
2.    Untuk menilai kalkulus dilihat luasnya permukaan gigi yang tertutup dengan kalkulus. Alat yang dipakai adalah sonde. Sonde digerakkan secara mendatar pada permukaan gigi.
Penilaian dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan hanya pada gigi permanent. Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian kalkulus indeks dengan membagi permukaan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.
1.    Bagian  A1    = 1/3 permukaan gigi bagian Servikal
2.    Bagian  A2    =  1/3 Permukaan gigi bagian tengah
3.    Bagian  A3    =  1/3 Permukaan gigi Bagian Incisal
c.    Kriteria Kalkulus Index ( CI )
Tabel 2. Kriteria Penilaian Kalkulus
No
Kriteria
Nilai
Gambar
1.
Tidak ada karang gigi                              

0
2.
a.       Pada permukaan gigi yang terlihat, adanya karang gigi supra ginggiva yang menutupi permukaan gigi kurang dari 1/3 permukaan gigi.
1
3.
a.       Pada permukaan gigi yang terlihat, adanya karang gigi supra ginggiva yang menutupi  permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.
b.      Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit karang gigi sub ginggiva.
2




4.
a.       Pada permukaan gigi yang terlihat, ada karang gigi supra ginggiva yang menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 atau sampai seluruh permukaan gigi.

b.      Pada permukaan gigi ada karang gigi sub ginggiva yang menutupi dan melingkari seluruh servikal.
3

 




Herijulianti, (2002)
d.  Cara Menghitung Skor Kalkulus Index (CI)
                
e. Penilaian Kalkulus Index
1)   Baik (Good), apabila nilai ada diantara          = 0 – 0,6
2)   Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara         = 0,7 – 1,8
3)   Buruk (Poor), apabila nilai ada diantara          = 1,9 – 3,0

D.  Oral hygiene index simplified (OHI-S)
OHI-S adalah Oral Hygiene Indeks Simpliffied yang merupakan hasil penjumlahan debris indeks dan kalkulus indeks.
1.    Cara Menghitung OHI-S
OHI – S = Debris Index + Calculus Index



Index
 
                                                                                                      
OHI – S = DI + CI
 
Atau

2.    Cara Penilaian OHI-S
a.  Baik (good), apabila nilai ada diantara            = 0,0 – 1.2
b.  Sedang (Fair), apabila nilai ada diantara          = 1,3 – 3,0
c.  Buruk (poor), apabila nilai ada diantara           = 3,1 – 6,0

3.  Cara Menghitung Rata-Rata OHI-S
Menurut Herijuulianti (2002), Cara menghitung rata-rata OHI-S adalah sebagai berikut :
OHI-S rata-rata =
4.    Penilaian Score OHI-S adalah sebagai berikut
1.    Baik (good), apabila nilai berada di antara   0   – 1,2
2.    Sedang (fair), apabila nilai berada diantara  1,3 – 3,0
3.    Buruk (poor), apabila nilai berada diantara  3,1 – 6,0



DAFTAR PUSTAKA



Budiharto, 2009. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan Dan Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC. Jakarta.

Be Kien Nio, 1995, Preventive Dentistry. Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia. Bandung

Depkes R.I, 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional 2007. Jakarta

___________, 2009. Undang-Undang R.I. No. 36 Tentang Kesehatan. Jakarta.

___________, 2000. Cermin Dunia Kedokteran_Kegiatan Penelitian Dilingkungan Derektorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan. Dierentorat kesehatan Gigi, Jakarta.

Herijulianti, E, Indriani, T.S dan Artini, S. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi, EGC. Jakarta.

http://idafarida73.blogspot.com/2012/09/cara-mengukur-kebersihan-mulut-ohi-s.html

Machfoed. I, 2006. Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak-anak Dan Ibu Hamil, Fitramaya, yogyakarta.

Maulani. C, Jubilee enterprise, 2005. Kiat Merawat Gigi Anak, PT Elex Media Komputindo, Jakarta

Muhariani, I. 2009, Laporan akhir Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran gigi Pencegahan dan Kesehatan Masyarakat.

Notoadmodjo, S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta

___________, 2005. Promosi Kesehatan.Rineka Cipta. Jakarta.


Pratiwi, D, 2009. Perawatan Praktis Sehari-hari. Kompas Media Nusantara. Jakarta.

___________, 2007. Gigi Sehat. PT. Kompas Media

PDGI, Online, 2009. Inisiatif Kesehatan Gigi dan Mulut sebagai Upaya Dukungan Terhadap Paradigma Sehat. http:/pdgi-online.com

Riyanti, E. 2005. Pengenalan dan Perawatan Gigi Sejak Dini. Seminar Sehari Kesehatan-Psikologi Anak. Jakarta

Ramadhan, A, G. 2010.Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Bukune. Jakarta

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan.PT Grasindo, Indonesia

Suwelo, I, S., 1992. Karies Gigi pada Anak dengan Pelbagai Faktor Etiologi Buku Kedokteran EGC Jakarta.